Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

TRIBUN VIRAL

Video Anak Dipukuli Teman Sebaya di Luwu Viral, Sosiolog: Media Sosial Jadi Ruang Belajar Kekerasan

Video anak dipukuli teman sebaya di Luwu viral. Sosiolog UNM sebut media sosial jadi ruang belajar kekerasan dan pencarian validasi digital.

Tribun Pekanbaru
Ilustrasi Kekerasan - Video seorang anak dipukuli teman sebayanya di Desa Bassiang Timur, Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, beredar luas di media sosial. Sosiolog UNM Idham Irwansyah menyebut fenomena ini erat kaitannya dengan budaya digital. 

TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Sebuah video memperlihatkan seorang anak dipukuli teman sebayanya di Desa Bassiang Timur, Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, beredar luas di media sosial.

Dalam rekaman amatir itu, korban terlihat dipiting oleh seorang anak.

Sementara pelaku lain menendang dari belakang.

Suara seorang anak terdengar memberi instruksi, “Lesei, lesei (injak-injak),” ucap salah satu anak dalam video.

Belakangan diketahui, pelaku dan korban masih berstatus pelajar.

Korban siswa SMP, pelaku siswa SD.

Kabid SD Dinas Pendidikan Luwu, Andi Padlan, membenarkan insiden tersebut telah dimediasi.

“Orang tua korban melapor ke kantor desa. Setelah dipertemukan, terungkap bahwa anak-anak itu sebenarnya berteman. Hanya saja, video yang mereka buat untuk konten terlanjur tersebar,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Kapolsek Ponrang, Iptu Edy Syamsuddin.

Menurutnya, peristiwa itu bukan kasus bullying.

“Mereka memang bikin konten, direkam teman. Tidak ada niat saling menyakiti. Sudah dipertemukan dengan orang tua di kantor desa, dan tidak ada laporan resmi masuk ke kami,” katanya, Selasa (23/9/2025).

Edy mengimbau orang tua lebih ketat mengawasi anak dalam menggunakan gawai.

“Segala macam konten bisa diakses lewat handphone. Jadi perlu benar-benar pengawasan,” ujarnya.

Sosiolog: Media Sosial Jadi Ruang Belajar Kekerasan

Sosiolog Universitas Negeri Makassar (UNM), Idham Irwansyah, menilai kasus ini tidak bisa dipandang sederhana.

Ia menyebut fenomena anak-anak berkelahi, merekam, dan menyebarkan video kekerasan berhubungan erat dengan budaya digital.

“Eksposur berulang pada konten viral di TikTok, YouTube, atau Instagram menjadi sumber pembelajaran sosial. Anak-anak meniru perilaku agresif karena melihat itu mendapat atensi tinggi berupa likes, komentar, dan share,” bebernya.

Menurutnya, kondisi itu mendorong anak mencari validasi online dan memperkuat identitas diri di dunia digital.

“Kurangnya literasi digital dan pengawasan orang tua memperlemah kontrol moral. Akibatnya, mereka memandang korban hanya sebagai ‘panggung’ untuk konten. Aksi kekerasan dianggap bukan agresi, melainkan sekadar membuat video,” ujarnya.

Idham menegaskan, kombinasi tekanan teman sebaya, algoritma media sosial yang menonjolkan konten dramatis, serta minimnya kontrol keluarga menjadikan ruang digital sebagai arena utama pembentukan identitas anak.

“Kasus di Luwu ini seharusnya jadi alarm bagi orang tua dan sekolah. Anak-anak butuh pendampingan agar tidak terjebak menjadikan kekerasan sebagai jalan pintas untuk eksis di media sosial,” tutupnya. (*)

Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Sauki Maulana

 


 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved