DDI Mangkoso
53 Tahun Menunggu Berkah Mangkoso: Kisah Inspiratif Pengusaha Sukses Papua Haji Abidin Syam
tiga bulan setelah menyerahkan mobil ke Anregurutta Mangkoso, Haji Abidin Syam beli tunai Toyota Alphard
“Dulu Gurutta pernah bilang, ‘Assaleng pura mukko magguru ki Mangkoso, namuni lao mo teme mulisu, engkato tu barakka’muruntu’ Tapi mengapa hidup saya sepertinya belum pernah merasakan berkah itu? Atau jangan-jangan ucapan Gurutta tidakbenar. Hati saya mulai diliputi keraguan,” ungkap Haji Abidin dengan mata berkaca-kaca. Retina matanya basah ketika mengucapkan kalimat itu.
Lima puluh tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 2013, Haji Abidin Syam bertemu Anregurutta Mangkoso, AGH M Faried Wadjedy, dalam salah satu acara DDI di Merauke Papua.
Saat itulah ia mendekati Anregurutta Mangkoso dan memperkenalkan diri.
“Tabe Puang, tallupaina kapang, iya pura tapagguru ri Mangkoso tahun 59- 60,” ucap Haji Abidin Syam seraya mencium tangan Anregurutta Faried Wadjedy, ketika itu.
Dalam tradisi pesantren, mencium tangan kiai atau anregurutta sama sekali bukan wujud feodalisme atau penghambaan kepada manusia. Tetapi tanda penghormatan santri kepada sosok yang telah menorehkan ilmu dan menanamkan akhlak kepadanya.
Anregurutta Mangkoso lalu menatap pria yang menjabat dan mencium tangannya. Ingatannya melintas masa ke puluhan tahun silam.
Perlahan Anregurutta Mangkoso mulai mengingat bahwa sosok di depannya adalah seorang anak kecil yang saat dilatih baris berbaris dalam kepanduan suka berdiri di barisan belakang, padahal tubuhnya paling kecil sehingga tersembunyi di balik tubuh teman-temannya.
“Iyya’ Abidin, Puang! (Saya Abidin, Puang!” katanya menyebut nama.
Sejak saat itu, Haji Abidin Syam semakin dekat dengan Anregurutta Mangkoso. Ia kerap mengundang Anregurutta Mangkoso ke Papua, baik untuk acara keluarga, maupun acara di Pesantren DDI.
Lalu, ia merasakan ada sesuatuyang berubah dalam hidupnya. Usahanya kian meningkat pesat. Maka, ia segera menyadari. Inilah berkah yang selama ini iatunggu-tunggu.
“Hampir semua acara Anregurutta di Papua saya hadir. Saya merasa mendapatkan berkah setiap bersama beliau,” kata Haji Abidin Syam.
Sampai kemudian ia memutuskan kembali ke Barru.
Beberapa tahun kemudian, Haji Abidin Syam kembali menetap di kampung halaman yang telah ditinggalkannya puluhan tahun.
Perlahan ia mulai meninggalkan dunia bisnis dan menyerahkan pengelolaan semua usaha yang telah dirintis dan dibangunnya dari nol kepada anak-anaknya.
Ia ingin fokus ke amal ibadah, khususnya ibadah sosial. Maka, ia membangun musalah di samping kediamannya yang sekarang telah berubah menjadi masjid yang megah. Ia pun mulai terlibat langsung membantu pembangunan sarana dan prasarana di almamaternya, Pondok Pesantren DDI Mangkoso.

												      	
												      	
												      	
				
			
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.