Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Deretan Temuan Dugaan Pelanggaran Perusahaan di Kawasan Industri Bantaeng: Lingkungan hingga Sosial

Yasmib Sulawesi menemukan sejumlah pelanggaran dalam tata kelola smelter nikel di KIBA Bantaeng.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Edi Sumardi
DOK DMPTSP SULSEL
PELANGGARAN DI KIBA - Smelter nikel di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) di Bantaeng, Sulsel. Organisasi nonpemerintah, Yayasan Swadaya Mitra Bangsa atau Yasmib Sulawesi menemukan sejumlah pelanggaran dalam tata kelola smelter nikel di KIBA. 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Organisasi nonpemerintah, Yayasan Swadaya Mitra Bangsa atau Yasmib Sulawesi menemukan sejumlah pelanggaran dalam tata kelola smelter nikel di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA).

Pelanggaran itu menimbulkan dampak lingkungan-sosial yang merugikan masyarakat.

"Temuan kami menunjukkan sejumlah pelanggaran dalam aspek tata kelola perusahaan di KIBA Bantaeng, di mana sejumlah dokumen penting perusahaan belum memenuhi standar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja," kata Direktur Eksekutif Yasmib Sulawesi, Rosniaty Panguriseng.

Temuan ini dibahas dalam diskusi publik di Makassar, Sulsel pada Jumat (10/10/2025).

Hadir perwakilan serikat buruh SBIPE-KIBA, LBH Makassar, Walhi, serta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Selatan.

Selain tata kelola, dugaan pelanggaran berat juga teridentifikasi di sektor lingkungan.

Udara di sekitar KIBA mengandung partikel debu yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan.

Pengelolaan limbah dinilai tidak standar, dengan tempat penampungan sementara (TPS) limbah slag terlalu dekat dengan pemukiman warga dan jalan raya.

Perusahaan di KIBA juga diduga membuang limbah langsung ke sungai, yang berdampak pada pencemaran laut.

Kualitas air dan tanah mengalami penurunan signifikan, menyebabkan masyarakat yang sebelumnya mudah mendapatkan air bersih kini kesulitan dan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli air layak pakai.

Kajian tersebut juga mengulas dampak buruk KIBA terhadap sosial-ekonomi masyarakat. 

Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, keberadaan industri justru menyebabkan banyak warga kehilangan mata pencaharian utama mereka, seperti pembuat bata merah dan petani, yang memaksa mereka beralih pekerjaan dengan kualitas hidup yang menurun.

Penurunan kualitas tanah dan air berdampak pada kegagalan panen dan hasil produksi pertanian masyarakat.

Pekerja di KIBA menghadapi beban kerja hingga 12 jam tanpa upah lembur yang layak, serta adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa pesangon yang wajar.

Rosniaty menyatakan hasil temuan ini akan diserahkan kepada Gubernur Sulawesi Selatan dan pemerintah pusat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Perwakilan dari Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE-KIBA), Zul meminta pemerintah serius menegakkan aturan dan memperhatikan kondisi pekerja serta masyarakat yang terkena dampak langsung dari operasional KIBA Bantaeng.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved