Dia mengaku hanya sampah berbahan kaca dan logam yang belum bisa diproses.
"Mesinnya sudah berfungsi, hanya saja masih tahap penyempurnaan. Kendalanya memang biaya, jadi prosesnya belum tuntas. Tapi sejauh ini uji coba menunjukkan hasil yang cukup baik,” jelas Askari.
Menariknya, residu dari pembakaran tidak terbuang percuma.
Abu hasil insinerasi bisa dijadikan media tanam.
Sementara plastik yang dipilah dapat diolah kembali menjadi bahan bangunan.
Misalnya, vaping block (produk beton).
“Jadi sampah bukan hanya hilang, tapi juga bisa memberi manfaat baru,” tambahnya.
Bagi Askari, inovasi ini lahir bukan semata dari kemampuan teknis.
Melainkan dari keresahan warga biasa yang ingin lingkungannya lebih bersih dan sehat.
Ia menilai, pemusnahan sampah idealnya dilakukan langsung di lingkungan RT atau RW.
Dengan begitu, warga tidak sepenuhnya bergantung pada TPA.
"Kalau bisa diperbanyak, saya yakin masalah sampah di Makassar bisa lebih cepat teratasi,” harap Askari.
Askari juga berharap ada dukungan Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin.
Baik dalam penyempurnaan teknologi maupun pengadaan mesin di tingkat RT/RW.
Ia menilai, jika setiap lingkungan memiliki insinerator, persoalan sampah di Makassar bisa lebih cepat teratasi.
Dengan demikian, warga tidak lagi harus menunggu pengangkutan ke TPA.
"Mudah-mudahan ke depan, Pak Wali Kota bisa hadir menyaksikan hasil karya kami. Sebab persoalan sampah hanya bisa diselesaikan jika ada kolaborasi pemerintah dan warga,” kata Askari.(*)