TRIBUN-TIMUR.COM - Di antara deru kendaraan dan riuh fajar yang baru merekah di Kota Makassar, satu sosok bergerak senyap namun pasti.
Menapaki lorong demi lorong, menggenggam erat setumpuk koran seperti menggenggam amanah.
Namanya, Saparuddin.
Lahir di Kabupaten Bone, 12 Februari 1964, Saparuddin telah lebih dari dua dekade menjadi loper koran.
Sejak 1997, ia mengantar kabar lewat halaman-halaman Kompas, lalu beralih ke Tribun Timur sejak media itu hadir di Makassar pada 2004.
Setiap pagi, ia menyusuri jalan sempit dengan langkah konsisten, menyerahkan berita hari ini pada tangan-tangan yang menantinya.
“Dulu Kompas bisa sampai ribuan eksemplar. Sekarang Tribun Timur tinggal ratusan. Tapi semangatnya tetap sama: bangun pagi, antarkan kabar,” ujarnya sembari tersenyum kecil, Rabu (6/8/2025) pagi itu.
Kini, semangat yang sama hendak ia bawa ke ranah baru: pengabdian sebagai Ketua RT 03/RW 04, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang.
Dari Pembawa Kabar, Menjadi Penghubung Warga
Saparuddin bukan wajah baru di Masale. Ia hadir setiap pagi, mengetuk pintu-pintu warga, menyapa tanpa basa-basi, dan mengantarkan koran layaknya mengantarkan kehidupan. Ia bukan sekadar loper—ia adalah bagian dari denyut nadi kampungnya.
“Kalau hujan, lebih baik saya yang basah daripada korannya. Koran itu amanah,” katanya, mantap. Ucapan sederhana, tapi menyiratkan prinsip hidup: tanggung jawab tak mengenal cuaca.
Tiga anak, satu sepeda motor tua, dan rutinitas pagi yang tak pernah absen. Tapi kini, rutinitas itu bersisian dengan tekad baru. Ia mencalonkan diri bukan karena ambisi, melainkan karena dorongan warga dan panggilan nurani.
“Saya sudah lama kenal warga. Bukan cuma tahu nama, tapi tahu cerita mereka. Mereka butuh pemimpin yang hadir, bukan yang hanya janji,” ucapnya.
Belajar dari Koran, Bergerak untuk Warga
Setiap hari ia membaca koran sebelum mengantar. Dari sana ia belajar banyak: soal hak-hak warga, kebijakan pemerintah, hingga wacana pembangunan. Informasi, baginya, bukan sekadar bahan bacaan, tapi bahan renungan.
“Saya ingin warga RT saya juga punya akses informasi yang cukup. Banyak masalah lingkungan muncul karena kita kurang tahu, bukan karena kita tak peduli,” katanya.
Sebagian besar warga RT 03 adalah pendatang, pekerja informal, pemulung, dan urban poor. Di tengah ketimpangan dan kesenjangan, Saparuddin hadir sebagai jembatan.