Di sisi lain, Thaher mengajak masyarakat untuk turut bersikap bijak menyikapi tren tersebut.
Ia menekankan bahwa fenomena budaya pop seharusnya tidak dilihat semata sebagai gangguan.
Tapi peluang untuk mendekatkan pesan-pesan kebangsaan dengan cara yang relevan.
“Setelah menyampaikan kritik lewat simbol seperti bendera One Piece, mari kita lanjutkan dengan tindakan konkret. Bergabunglah dalam komunitas sosial, awasi kebijakan publik, jadi bagian dari solusi,” ajaknya.
Thaher juga menegaskan pentingnya tetap menghormati Bendera Merah Putih sebagai simbol identitas bangsa.
“Gunakan bendera One Piece sebagai semangat perbaikan, bukan sebagai pengganti. Hormat kepada negara dan semangat perubahan bisa berjalan beriringan,” tuturnya.
Ia kemudian menegaskan bahwa kritik yang disertai solusi akan lebih bernilai dan berdampak.
“Jangan hanya mengeluh. Tawarkan jalan keluar. Kalau generasi muda hanya diam, maka ruang perubahan akan selalu dikuasai yang lama,” pungkasnya.
Terpisah, pemerhati kebijakan publik dan penggiat media sosial, Andi Januar Jaury Dharwis merespons fenomena ini.
Politisi Partai Demokrat itu menilai fenomena ini tidak bisa serta-merta dipandang sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nasionalisme atau pelecehan simbol negara.
Baca juga: Pakar Hukum UINAM dan Direktur LBH Makassar: Bendera One Piece Disandingkan Merah Putih Bukan Pidana
Ia justru mengajak publik untuk melihatnya secara lebih jernih dan proporsional.
"Sebagai bagian dari masyarakat yang memperhatikan dinamika sosial di era digital, saya melihat pentingnya untuk memotret fenomena ini secara jernih. Ini bukan soal penggantian simbol negara, tapi lebih pada ekspresi budaya anak muda hari ini,” ujar Andi Januar.
Andi Januar menegaskan bahwa Bendera Merah Putih sebagai simbol negara tetap harus mendapatkan penghormatan tertinggi.
Khususnya dalam momen-momen kenegaraan seperti peringatan Hari Kemerdekaan.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 telah secara tegas mengatur posisi dan penggunaan bendera nasional.