Kader Muda ICMI Sulsel: Tren Bendera One Piece Adalah Momentum Introspeksi Bangsa

Penulis: Erlan Saputra
Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ONE PIECE - Kolases Tangkap Layar Youtube Tribun TImur dan Muhammad Thaher. Ia merespon fenomena penggunaan Bendera One Piece untuk atribut HUT RI ke-80.

Sebaliknya, ini adalah panggilan agar negara, pendidikan, dan masyarakat mulai lebih serius membumikan makna-makna simbolik kebangsaan dalam bahasa yang dimengerti generasi baru.

Terlebih, anak muda saat ini dinilai hidup di tengah dunia yang terhubung secara digital, dengan simbol-simbol yang bersifat global. 

Maka, sangat masuk akal jika mereka membangun relasi emosional dengan tokoh-tokoh fiksi. 

Yang perlu dijaga adalah bagaimana relasi itu tidak menyingkirkan identitas kebangsaan.

Alih-alih menghakimi atau memperkeras dikotomi antara nasionalis dan penggemar pop culture, warga negara justru bisa menggunakan momen ini.

Pertama, untuk menguatkan kembali literasi simbol negara di kalangan pelajar dan anak muda.

Kedua, mendorong ruang ekspresi kreatif yang tetap menghormati aturan negara.

Ketiga, mengemas nilai-nilai kebangsaan dengan pendekatan budaya populer, agar lebih mengena.

Contohnya, kata Andi Januar, bisa dengan mengibarkan Merah Putih berlatar mural bertema One Piece, atau menggelar lomba kemerdekaan bernuansa anime. 

Olehnya, hal itu bukan merendahkan semangat nasional, melainkan cara menyapa generasi muda dengan bahasa yang mereka pahami.

Perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dianggap momen sakral. 

Tapi kesakralan itu akan semakin kuat bila tidak hanya dijaga secara fisik, tetapi juga dipahami secara emosional dan kultural oleh masyarakatnya. 

"Jika hari ini sebagian anak muda lebih tertarik membeli bendera anime daripada Merah Putih, mungkin yang perlu kita lakukan bukan hanya melarang, tapi mengembalikan rasa keterhubungan mereka terhadap merah dan putih itu sendiri," tandasnya.

Ia menambahkan, masyarakat perlu menjaga simbol negara dengan penuh hormat. 

Tapi juga harus membuka ruang dialog, agar setiap generasi merasa memiliki makna dalam merayakan kemerdekaannya tanpa harus menanggalkan imajinasi yang mereka cintai.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan menegaskan adanya konsekuensi hukum bagi siapa pun yang mengibarkan bendera Merah Putih di bawah bendera atau lambang apa pun.

Konsekuensi tersebut telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

"Ada konsekuensi pidana dari tindakan yang mencederai kehormatan bendera Merah Putih," kata Budi Gunawan kepada wartawan, Jumat (1/8/2025) lalu.

Ia merujuk pada Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2009 yang berbunyi, "Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun." 

Menurutnya, ketentuan ini merupakan bagian dari upaya negara dalam menjaga martabat dan kehormatan simbol-simbol kenegaraan.

Budi Gunawan juga mengimbau masyarakat agar senantiasa menghormati dan menghargai jasa para pahlawan, dengan tidak merendahkan simbol negara yang telah menjadi identitas dan kebanggaan nasional.

Meski begitu, Menko Polhukam menyatakan bahwa pemerintah tetap mengapresiasi kreativitas warga dalam berekspresi, selama tidak melampaui batas dan tidak mencederai simbol resmi negara.

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu turut mengajak semua pihak untuk menahan diri dan tidak melakukan tindakan provokatif.

Itu termasuk pengibaran bendera selain Merah Putih di momen kenegaraan seperti Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.

"Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita semua menahan diri untuk tidak memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa," ujarnya.(*)

 

Berita Terkini