Opini

Sinergi Koperasi dan Rehabilitasi Narkoba 

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Hatta, Dokter Badan Narkotika Nasional

Ini merupakan peluang bagi KMP agar terlibat dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba melalui penambahan layanan  Institusi Penerima Wajib Lapor(IPWL) pada Klinik Desa/Kelurahan yang diampunya.  

Saat ini terdapat kurang lebih 1200 layanan IPWL di seluruh Indonesia namun tak ada yang berwujud badan usaha Koperasi.

Padahal Permenkes Nomor 4 Tahun 2010 menjelaskan pembiayaan proses rehabilitasi pecandu narkoba ditanggung sepenuhnya oleh negara melalui klaim reimbursment setiap bulan kepada lembaga/unit usaha penyedia layanan.

Artinya, penyediaan layanan rehabilitasi narkoba di KMP dapat menghasilkan profit sesuai keinginan Pemerintah, tak sekedar menjadi program pro bono belaka.   

KMP dapat pula memberdayakan mantan pecandu yang berdomisili di wilayahnya menjadi anggota koperasi dimana ia berperan sebagai pengelola dan atau sponsorship Klinik IPWL KMP.

Sedapat mungkin anggota koperasi adalah mantan pecandu yang telah menjalani proses rehabilitasi dan telah dinyatakan pulih(clean) paling kurang selama 12 bulan.

Pada mode kantor koperasi,  KMP berfungsi sebagai unit penyalur jasa yang menyalurkan kompetensi mantan pecandu ke bidang pekerjaan yang membutuhkan  keahlian mereka masing masing.

Proses pemberdayaan ini penting mengingat mantan amat rentan terjerumus kembali pakai narkoba jika tak bekerja.

Sebelum disalurkan, KMP dapat bekerja sama dengan pusat-pusat pelatihan tenaga kerja(BLK) milik Kementrian Tenaga Kerja dan instansi terkait lainnya  dalam hal pemenuhan skill dan kompetensi mereka. 

Pada mode sistem pergudangan dan sarana logistik, KMP berfungsi sebagai koperasi pemasaran dimana ia membantu memasarkan produk-produk pertanian dan hewani yang dihasilkan oleh pecandu narkoba yang tengah dirawat inap di dalam pusat rehabilitasi.

Produk yang dihasilkan antara lain berupa kerajinan tangan hingga produk hortikultura  hasil usaha hidroponik. 

Hingga tulisan ini dibuat, ide kolaborasi tersebut di atas belum pernah diterapkan di Indonesia.

Padahal di Italia misalnya, sejak 1978 koperasi  San Patrignano menjelma  menjadi pusat rehabilitasi terbesar di Eropa dengan memulihkan 3000 klien setiap tahunnya.

Gurita unit usaha mereka meliputi sekolah(training centre), perusahaan pembiayaan mikrokredit hingga penyalur tenaga kerja(sanpatrignano.org). 

Akhirul kalam, model kolaborasi berbasis komunitas terkecil seperti inilah yang dapat menghasilkan efek berganda ekonomi serta memperbesar peluang peningkatan sumber daya manusia Indonesia  di kemudian hari..

Berita Terkini