Opini

Ketika Nasionalisme Direduksi: Dari Bendera Bajak Laut hingga Animasi Rp 6,7 Miliar

Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Andi Dody May Putra Agustang, dosen Pendidikan Sosiologi UNM dan mahasiswa S3 UI

Andi Dody May Putra Agustang

Dosen Pendidikan Sosiologi UNM, Mahasiswa S3 UI

DELAPAN puluh tahun adalah usia yang mestinya menandai kedewasaan suatu bangsa.

Sejak 1945, Republik Indonesia telah melewati berbagai fase: kolonialisme, revolusi fisik, pembangunan ekonomi, otoritarianisme, reformasi, hingga era digital yang serba terhubung.

Sejarah itu seharusnya menjadi modal kolektif untuk melahirkan nasionalisme yang matang—yakni nasionalisme yang tidak lagi terjebak pada simbolisme dangkal, melainkan hidup dalam praktik nyata: keadilan sosial, kreativitas budaya, serta solidaritas antargenerasi.

Namun, pada peringatan kemerdekaan ke-80 ini, yang justru mencuat di ruang publik adalah dua fenomena yang tampak sepele tetapi sarat makna: pengibaran bendera bajak laut One Piece yang dianggap “tidak nasionalis”, dan film animasi Merah Putih: One for All yang menuai kritik meski menelan anggaran hingga Rp 6,7 miliar.

Jika ditelaah lebih dalam, dua peristiwa ini bukan sekadar kontroversi viral di media sosial. Ia adalah cermin dari kegamangan kita dalam mendefinisikan nasionalisme di era kontemporer.

Apakah nasionalisme hanya bisa hadir dalam bentuk simbol formal bendera merah putih, lagu kebangsaan, atau film berlabel “cinta Tanah Air”?

Ataukah nasionalisme juga bisa lahir dari ruang-ruang kultural baru, termasuk anime Jepang atau fandom digital yang dianggap “asing”?

Pertanyaan inilah yang harus dijawab jika bangsa ini benar-benar ingin merayakan 80 tahun kemerdekaan dengan kedewasaan, bukan dengan kegaduhan simbolik.

Bendera One Piece

Fenomena pengibaran bendera bajak laut One Piece secara serentak di berbagai daerah menjelang 17 Agustus menimbulkan reaksi keras.

Aparat dan sebagian kalangan elite menilai aksi itu melecehkan nasionalisme.

Bahkan ada yang menyebutnya ancaman terhadap simbol negara. 

Tetapi, jika kita masuk ke dalam logika para pengibar bendera itu, makna yang muncul jauh berbeda.

Halaman
1234

Berita Terkini