Polemik Pilkada 2024

Suket e-KTP Kadaluarsa Dipakai Nyoblos di Pilkada, Kadis Jeneponto Aspa Muji Jadi Sorotan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasus dugaan pemilih ganda di Pilkada 2024 melibatkan Kadis Perhubungan Jeneponto, Aspa Muji. Simak fakta-fakta yang terungkap dalam penyelidikan.

TRIBUN-TIMUR.COM, JENEPONTO – Nama Kepala Dinas (Kadis) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel), tersandung kasus dugaan pemilih ganda.

Kadis tersebut adalah Aspa Muji, pejabat utama yang bertugas di Dinas Perhubungan Jeneponto.

Aspa Muji diduga menyalurkan hak pilihnya lebih dari satu kali pada hari pemungutan suara Pilkada, Rabu (27/11/2024).

Kasus ini terungkap setelah ditemukan daftar hadir dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Daftar hadir DPT dan DPK ini ditemukan di TPS berbeda.

Aspa diduga menyalurkan hak pilih lebih dari satu kali dengan nama dan gelarnya tercatat di TPS 005 Kelurahan Tolo Utara dan TPS 007 Kelurahan Empoang.

Kemudian, beredar video klarifikasi dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Tolo Utara.

Dalam video tersebut dijelaskan bahwa Kadis Aspa Muji tidak mencoblos di TPS 005 Tolo Utara.

Baca juga: Gegara Beda Pilihan Pilkada, BPJS Gratis Honorer di Jeneponto Diubah Jadi Status Meninggal

Pengisian daftar hadir dengan nama Aspa Muji adalah kelalaian Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) TPS 005.

Seharusnya, petugas KPPS menulis nama Karim, pemilik surat keterangan (suket) e-KTP dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Jeneponto.

"Kami PPS Kelurahan Tolo Utara, Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, ingin menjelaskan terkait masalah atas nama Aspa Muji, di absen DPK di TPS 5, Kelurahan Tolo Utara. Di situ tertulis Aspa Muji, sedangkan yang bertandatangan dan mencoblos sebenarnya adalah Bapak Karim," ucap salah satu anggota PPS Tolo Utara.

Menanggapi klarifikasi tersebut, Liaison Officer (LO) Hardianto Haris, salah satu paslon di Pilkada, yang merasa dirugikan, membeberkan fakta lain.

Persoalan administrasi bisa diterima sebagai kelalaian KPPS, tetapi perbedaan nama yang jelas seharusnya bisa dibedakan.

"Faktanya begini, suket (surat keterangan) sudah jelas, ada perbedaan yang bertandatangan dan menerangkan. Itu dua redaksi yang berbeda, masa petugas tidak memperhatikan itu?" tanya Hardianto Haris.

Selain perbedaan redaksi dalam suket, juga disoroti masa berlaku suket tersebut.

Halaman
12

Berita Terkini