Tiga baris Sumpah Pemuda yang diikrarkan berbunyi:
Pertama, Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia.
Kedua, Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga, Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Mulia isi dari Sumpah Pemuda, sarat akan makna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu makna yang tersirat, adalah menyadarkan pemuda agar kuat dalam prinsip bernegara dan mampu mengikuti perkembangan zaman dengan berbasis sikap patriotisme dan tidak menjadi generasi muda yang mudah menyerah.
Contoh kecil dalam memakna sumpah pemudah adalah bijak menggunakan media digital dan mengukir prestasi. Hal ini penting, karena seorang pemuda tidak kenal lelah dan lemas.
Generasi lemas tidak akan mampu bersaing secara intelektual. Hal inilah yang menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini di Indonesia, yaitu kerap kali ada pemuda yang mudah menyerah bahkan kurang memahami makna dari kedudukannya sebagai pemuda.
Lebih sialnya lagi, generasi saat ini sering diberikan “labeling” sebagai generasi yang selalu menginginkan sesuatu yang instan. Banyak faktor, mungkin perkembangan teknologi salah satunya.
Dalam artikel yang diterbitkan di Humanities & Social Sciences Communications, sebuah jurnal akses terbuka dari Springer Nature, peneliti menyoroti dampak negatif AI pada mahasiswa di Pakistan dan Tiongkok, terutama terkait "kemalasan, hilangnya kemampuan mengambil keputusan, dan masalah privasi."
Melalui pendekatan kualitatif dan analisis data primer yang diperoleh dari 285 mahasiswa di kedua negara, penelitian tersebut menemukan bahwa AI berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kemalasan (68,9 persen), masalah privasi dan keamanan pribadi (68,6 % ), serta berkurangnya kemampuan mengambil keputusan (27,7 % ).
Hasil ini menunjukkan adanya risiko nyata dalam penerapan AI di sektor pendidikan.
Penulis berharap temuan ini memicu perdebatan etis yang mendorong pengembangan regulasi AI yang ketat, khususnya untuk melindungi mahasiswa dan kualitas pendidikan (Sumber: https://www.dawn.com/).
Sebagai contoh, survei terbaru dari perusahaan riset digital Populix mengungkapkan bahwa 45 persen responden memanfaatkan platform berbasis kecerdasan buatan (AI).
Dari pengguna ini, 52 persen menggunakan ChatGPT, sementara 29 persen memilih Copy.ai.
Survei daring melalui aplikasi Populix pada April 2023 ini melibatkan 1.014 responden pria dan wanita berusia 17 hingga 55 tahun di Indonesia.
Pertanyaan disajikan dalam bentuk kuesioner dengan format pilihan ganda tunggal, pilihan ganda kompleks, dan isian singkat, dengan waktu pengisian sekitar 15 menit (Sumber: https://tekno.tempo.co/). Pelajar tentunya termasuk dalam mayoritas pengguna ChatGPT.