Kasus ini memantik dualisme dalam tubuh kepolisian dan memperuncing perseteruan Presiden Gus Dur dengan parlemen.
Pengangkatan Chairuddin mendapat penolakan 102 jenderal polisi yang tak menghendaki adanya politisasi di tubuh Polri.
Bertepatan dengan peringatan Hari Bhayangkara, 1 Juli, Presiden mengumumkan pemberhentian Bimantoro dan akan menugasi mantan Asisten Operasi Mabes Polri itu sebagai Duta Besar RI di Malaysia.
Beberapa jam kemudian, lagi-lagi Bimantoro menolak.
Situasi Mabes Polri semakin panas, apalagi muncul pernyataan sikap para perwira menengah Polri, meminta Bimantoro ikhlas mundur, ditambah lagi berita akan ditangkapnya Bimantoro karena dianggap telah membangkang terhadap perintah Presiden.
Bimantoro tidak goyah, dan memaksa Presiden melakukan langkah lebih dramatis.
Pada tanggal 20 Juli 2001, Gus Dur melantik Chairuddin Ismail resmi sebagai Pejabat Sementara Kapolri.
Setelah Presiden Megawati Soekarnoputri dilantik, Chairuddin dicopot dari jabatannya.
Chairuddin juga pernah menjadi tim sukses pasangan capres Jusuf Kalla-Wiranto.
3. Jenderal Polisi Rusdihardjo
Jenderal Rusdihardjo merupakan Kapolri dengan masa jabatan tersingkat ketiga, yakni 8 bulan, 37 pekan, 3 hari.
Dia menjabat antara 4 Januari 2000 hingga 23 September 2000.
Jenderal Rusdihardjo menggantikan Jenderal Rusmanhadi.
Mantan Direktur Reserse Polri ini diangkat dengan pertimbangan demi meningkatkan kemampuan penyidikan Polri, khususnya dalam pemberantasan narkoba.
Namun belum genap setahun, Gus Dur memberhentikan Rusdihardjo.
Alasannya, faktor keamanan membutuhkan Kapolri baru.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Kapolri, Rusdihardjo menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia dari tahun 2004 hingga 2006.
Ia sempat mendapat kecaman pada awal 2005 karena meminta maaf kepada pemerintah Malaysia akibat peristiwa penginjakan dan pembakaran bendera Malaysia dalam aksi unjuk rasa di depan kedubes Malaysia soal Peristiwa Ambalat.
Pada tahun 2008, KPK menyatakan Rusdiharjo sebagai tersangka dalam kasus pungutan liar pembuatan visa di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia.
Rusdiharjo diduga menerima pungutan liar sebesar 900 juta rupiah.
Kasus pungutan liar ini terungkap setelah Badan Pencegah Rasuah Malaysia melaporkannya kepada KPK.
Oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rusdihardjo kemudian divonis 2 tahun penjara karena bersalah dalam kasus korupsi tersebut.
Upaya banding mengurangi vonisnya menjadi satu setengah tahun.
Pada 30 Maret 2009, Rusdihardjo selesai menjalani masa tahanannya karena telah mendapatkan pembebasan bersyarat. (*)