TRIBUN-TIMUR.COM - Inilah rekam jejak tiga Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dengan jabatan tersingkat.
Ada yang ditolak 102 jenderal, ada pula yang pernah dipenjara.
3 Kapolri dengan masa jabatan tersingkat yakni Komjen Pol Ari Dono Sukmanto, Jenderal Polisi Chairuddin Ismail, dan Jenderal Polisi Rusdihardjo.
Komjen Ari Dono Sukmanto merupakan satu-satunya Jenderal Bintang 3 menjabat Kapolri.
Dia menjabat hari yakni 23 Oktober 2019 hingga 1 November 2019.
Sementara itu, pengangkatan Jenderal Polisi Chairuddin Ismail memunculkan penolakan 102 jenderal polisi.
Chairuddin Ismail menjabat sebagai Kapolri pada 20 Juli 2001 hingga 3 Agustus 2001.
Adapun Jenderal Polisi Rusdihardjo masa jabatan tersingkat ketiga, yakni 8 bulan, 37 pekan, 3 hari.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Kapolri, Rusdihardjo menjadi Duta Besar Indonesia.
Saat itulah, Rusdihardjo tersandung kasus hukum.
Berikut selengkap sosok dan rekam jejak 3 Kapolri dengan jabatan tersingkat
1. Komjen Pol (Purn) Ari Dono Sukmanto (satu-satunya jenderal bintang 3)
Komjen Ari Dono Sukmanto salah satu jenderal polisi yang menjabat Kapolri dengan durasi singkat.
Ari Dono Sukmanto pernah menduduki kursi Tribrata 1 hanya selama sembilan hari tepatnya pada Selasa (22/10/2019) hingga Jumat (1/11/2019).
Dilansir dari Kompas.com, Ari Dono Sukmanto menjadi Kapolri dengan status pelaksana tugas (Plt) menggantikan Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian yang ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri di Kabinet Indonesia Maju.
Berikut profil dan sepak terjang Ari Dono Sukmanto yang pernah menjadi salah satu Kapolri tersingkat.
Profil Ari Dono Sukmanto
Ari Dono Sukmanto menduduki kursi Kapolri setelah ia ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penunjukkan tersebut dikonfirmasi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani. Ia mengatakan, masa jabatan Ari ditentukan oleh siapa Kapolri definitif yang bakal menggantikan Tito.
Sebelum menjabat sebagai Kapolri, Ari menduduki kursi sebagai Wakapolri setelah dilantik oleh Tito pada Jumat (17/8/2018).
Dilansir dari Kompas.com, Rabu (23/10/2019), Ari adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1985.
Ia pernah menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Ari dilantik menjadi Kabareskrim pada Selasa (31/5/2016).
Selama menjadi Kabareskrim, Ari pernah menangani beberapa kasus kelas kakap, seperti perkara penistaan agama yang menjerat Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 2016.
Kasus lain yang pernah ia tangani yakni penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pada Selasa (11/4/2017).
Pada saat itu, Novel masih menjabat sebagai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ari juga menangani kasus penipuan dan penggelapan tiga pejabat PT First Travel, yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti Nuraidah Hasibuan.
Kasus tersebut sempat menjadi perhatian publik pada 2017 karena agen travel ini gagal memberangkatkan puluhan ribu jemaah umroh ke Tanah Suci dengan total kerugian sebesar Rp 905,33 miliar.
Selama berkarier di kepolisian, Ari pernah menduduki jabatan sebagai Wakabareskrim Polri, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Tengah, termasuk Kepala Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim.
Ari Dono Sukmanto pensiun
Masa jabatan Ari berakhir ketika Jokowi melantik Jenderal Pol (Purn) Idham Azis sebagai Kapolri definitif.
Idham diambil sumpahnya oleh Jokowi di Istana Negara, Jakarta pada Jumat (1/11/2019).
Dilansir dari laman Presiden RI, pengangkatan Idham sebagai Kapolri diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 97/Polri Tahun 2019 tentang Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Plt Kapolri, Ari memasuki masa pensiun dari kepolisian pada Desember 2019.
Upacara pelepasan Ari sebagai Wakapolri sekaligus perwira tinggi Polri dipimpin langsung oleh Idham di Auditorium PTIK, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2020).
2. Jenderal Polisi Chairuddin Ismail (Bugis Wajo Sulsel yang ditolak 102 jenderal)
Jenderal Chairuddin Ismail merupakan pensiunan perwira Polri.
Ia putra Bugis lahir di Kabupaten Wajo, 27 Desember 1947.
Chairuddin Ismail menjabat sebagai Kapolri pada 20 Juli 2001 hingga 3 Agustus 2001.
Jabatan yang diembannya selama dua pekan itu menjadikannya Kapolri tersingkat kedua.
Kala itu, Jenderal Chairuddin Ismail menjadi pelaksana tugas menggantikan Jenderal Suroyo Bimantoro.
Adapun pada masa kepemimpinan Suroyo Bimantoro terjadi polemik di tubuh Polri.
Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur meminta Bimantoro mengundurkan diri. Namun, ia menolak.
Pada 2 Juni 2001, Gus Dur melantik Chairuddin Ismail sebagai Wakil Kapolri.
Padahal kala itu jabatan ini telah dihapuskan.
Kasus ini memantik dualisme dalam tubuh kepolisian dan memperuncing perseteruan Presiden Gus Dur dengan parlemen.
Pengangkatan Chairuddin mendapat penolakan 102 jenderal polisi yang tak menghendaki adanya politisasi di tubuh Polri.
Bertepatan dengan peringatan Hari Bhayangkara, 1 Juli, Presiden mengumumkan pemberhentian Bimantoro dan akan menugasi mantan Asisten Operasi Mabes Polri itu sebagai Duta Besar RI di Malaysia.
Beberapa jam kemudian, lagi-lagi Bimantoro menolak.
Situasi Mabes Polri semakin panas, apalagi muncul pernyataan sikap para perwira menengah Polri, meminta Bimantoro ikhlas mundur, ditambah lagi berita akan ditangkapnya Bimantoro karena dianggap telah membangkang terhadap perintah Presiden.
Bimantoro tidak goyah, dan memaksa Presiden melakukan langkah lebih dramatis.
Pada tanggal 20 Juli 2001, Gus Dur melantik Chairuddin Ismail resmi sebagai Pejabat Sementara Kapolri.
Setelah Presiden Megawati Soekarnoputri dilantik, Chairuddin dicopot dari jabatannya.
Chairuddin juga pernah menjadi tim sukses pasangan capres Jusuf Kalla-Wiranto.
3. Jenderal Polisi Rusdihardjo
Jenderal Rusdihardjo merupakan Kapolri dengan masa jabatan tersingkat ketiga, yakni 8 bulan, 37 pekan, 3 hari.
Dia menjabat antara 4 Januari 2000 hingga 23 September 2000.
Jenderal Rusdihardjo menggantikan Jenderal Rusmanhadi.
Mantan Direktur Reserse Polri ini diangkat dengan pertimbangan demi meningkatkan kemampuan penyidikan Polri, khususnya dalam pemberantasan narkoba.
Namun belum genap setahun, Gus Dur memberhentikan Rusdihardjo.
Alasannya, faktor keamanan membutuhkan Kapolri baru.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Kapolri, Rusdihardjo menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia dari tahun 2004 hingga 2006.
Ia sempat mendapat kecaman pada awal 2005 karena meminta maaf kepada pemerintah Malaysia akibat peristiwa penginjakan dan pembakaran bendera Malaysia dalam aksi unjuk rasa di depan kedubes Malaysia soal Peristiwa Ambalat.
Pada tahun 2008, KPK menyatakan Rusdiharjo sebagai tersangka dalam kasus pungutan liar pembuatan visa di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia.
Rusdiharjo diduga menerima pungutan liar sebesar 900 juta rupiah.
Kasus pungutan liar ini terungkap setelah Badan Pencegah Rasuah Malaysia melaporkannya kepada KPK.
Oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rusdihardjo kemudian divonis 2 tahun penjara karena bersalah dalam kasus korupsi tersebut.
Upaya banding mengurangi vonisnya menjadi satu setengah tahun.
Pada 30 Maret 2009, Rusdihardjo selesai menjalani masa tahanannya karena telah mendapatkan pembebasan bersyarat. (*)