Kata Buya Yahya, ada beberapa hal harus diperhatikan yang berujung pada sah dan tidak sahnya kurban.
Hukum patungan, jelas Buya Yahya menjadi tidak sah jika sekumpulan orang berkurban dengan satu kambing.
Dalam hal ini, Buya Yahya mencontohkan kurban dilakukan di lingkungan sekolahan.
"Satu kelas kumpul duit beli satu kambing, kurban dengan satu kambing. Maka demikian ini dianggap tidak sah sebagai kurban," jelas Dai bernama lengkap Prof Yahya Zainul Ma'arif, Lc, MA, PhD tersebut.
Namun meski tidak sah menjadi kurban, sembelihan seekor kambing itu tetap menjadi sebuah pahala untuk menyenangkan sesama di Hari Raya Idul Adha.
Baca juga: Hukum Menyembelih Hewan Kurban Sendiri Menurut Buya Yahya
"Artinya tidak ada kurban patungan (dengan seekor kambing) semacam ini," imbuh Buya Yahya.
"Makanya kalau di SMP SMA ada patungan kurban, itu namanya saja kurban. Tapi (secara hukum) bukan kurban. Tapi jangan dilarang, kan lumayan ada 10 kambing itu."
"Biar tidak jadi kurban, maka ia tetap mendapatkan pahala untuk menyenangkan orang di hari itu dengan sembelihan kambing," sambungnya.
Buya Yahya menambahkan jika sembelihan seperti itu tidak disebut sebagai kurban karena hewan disembelih hanya seekor kambing.
Sementara hewan itu diperuntukkan bagi seluruh siswa dalam satu kelas. "Gak ada satu kambing untuk satu kelas," ujar Buya Yahya sekali lagi.
Sementara itu, patungan kurban dianggap sah, apabila patungan dilakukan semisal tujuh orang mengumpulkan dana untuk membeli seekor sapi.
"Satu sapi tersebut dijadikan kurban untuk tujuh orang tersebut. Maka patungan yang seperti ini adalah sah sebagai kurban," jelas Buya Yahya.
Selain itu, Buya Yahya juga memberikan contoh bagaimana pelaksanaan kurban di lingkungan sekolah agar sah menjadi kurban.
Baca juga: Pemkab Maros Siapkan 2.402 Hewan Kurban
Misalnya saja seluruh siswa dalam satu kelas berpatungan uang untuk membeli seekor kambing.
Lalu kambing itu diberikan kepada salah seorang yang ada di lingkungan sekolah tersebut sebagai kurban atas dirinya.