Oleh: Muammar Bakry
Imam Besar Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Jusuf
TRIBUN-TIMUR.COM - Allah sangat merindukan orang-orang yang bertaubat, bahkan taubatnya seorang pendosa lebih Allah rindukan daripada zikirnya orang yang saleh.
Taubat artinya penyesalan yang mendalam karena telah melakukan maksiat lalu kembali kepada Allah dengan komitmen tidak akan mengulangi kembali.
Sebagian orang berkata, untuk menikmati taubat, perlu melakukan dosa terlebih dahulu.
Ada lagi yang berkata, saya tidak perlu bertaubat karena saya tidak punya dosa. Ungkapan di atas tidaklah tepat, sebab manusia selain nabi tempatnya salah dan khilaf.
Taubat sesungguhnya satu dari sekian banyak terminal yang harus dilalui manusia.
Orang yang berdosa kecil apalagi besar butuh diampuni, orang yang telah bertaubat perlu memperbarui taubatnya kembali, berapa kali kita lalai dalam kewajiban, berapa kali kita melakukan hal yang syubhat (tidak jelas haram atau halal).
Karena itu manusia sangat butuh taubat sebagai ungkapan kelemahannya di hadapan Tuhan.
Nabi Muhammad saw saja yang maksum (terjaga) dari dosa senantiasa membaca istigfar 100 kali dalam sehari.
Kalau demikian, taubat dibutuhkan karena dosa besar, taubat dibutuhkan karena dosa kecil, taubat dibutuhkan karena kelalaian kita, taubat dibutuhkan karena nikmat yang belum kita syukuri, taubat dilakukan untuk menyadari kelemahan diri kepada Allah dan seterusnya dan seterusnya.
Implementasi taubat, selain meninggalkan maksiat, seseorang juga harus kembali kepada Allah dan merasa menyesal atas perbuatannya.
Maka tidaklah dinamakan orang bertaubat, misalnya orang yang dahulu pernah minum khamar lalu ia tinggalkan karena sakit yang diderita atau karena tidak lagi punya uang untuk membeli minuman keras.
Ia berhenti dari maksiat bukan karena dorongan takutnya kepada Allah swt tapi karena hal lain.
Karena itu rukun taubat ada tiga, pertama, ada penyesalan, kedua, meninggalkan maksiat tersebut dan ketiga, ada komitmen diri untuk tidak mengulanginya.