Di tengah perjalanan ke pantai, di pintu gerbang halaman istana Tallo, raja bertemu dengan seorang tua yang menanyakan tentang tujuan perjalanan raja.
Orang tua itu kemudian menulis sesuatu di atas kuku ibu jari Raja Tallo dan mengirim salam pada orang yang berbuat aneh di pantai itu.
Ketika Raja bertemu dengan orang 'aneh' di pantai itu, yang tiada lain Abdul Kadir Khatib Tunggal, kemudian disampaikan lah salam orang tua tadi.
Ternyata, tulisan yang ada di atas kuku ibu jari Raja Tallo adalah tulisan yang berlafazkan "Surah Al-Fatihah".
Khatib Tunggal menyatakan bahwa orang tua yang menjumpai raja adalah penjelmaan Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya dari kisah itulah, kemudian orang Makassar menamakan penjelmaan Nabi Muhammad sebagai "Makassar".
Peran 3 Datuk
Dari situs Muhammadiyah Sulsel dijelaskan, proses Islamisasi di Sulawesi Selatan erat kaitannya dengan kedatangan dan peranan tiga orang ulama asal Minangkabau yang secara khusus dikirim oleh Sultan dari Kerajaan Aceh.
Ketiga ulama itu, yakni Abdul Makmur Khatib Tunggal (Datuk ri Bandang), Khatib Sulaiman (Datuk Patimang) dan Abdul Jawad Khatib Bungsu (Datuk ri Tiro).
Pada sejumlah literatur disebutkan, Datuk Ri Bandang, Datuk Patimang, dan Datuk Tiro menyebarkan Islam di daerah yang berbeda di Sulawesi Selatan berdasarkan keahlian mereka masing-masing.
Berikut ini profil ketiga Datu pembawa agama Islam di Sulsel yang dikutip dari laman Universitas Islam An-Nur Lampung:
Datuk Ri Bandang
Datuk Ri Bandang, yang memiliki nama asli Muhammad Arsyad al-Banjari dan gelar Khatib Dayan, adalah seorang ulama yang memainkan peran penting dalam memperkenalkan Islam kepada orang Makassar.
Dia berasal dari Koto Tengah, Sumatra Barat, dan mendapatkan pendidikan agama di Kesultanan Aceh.
Bersama dengan Datuk Ri Tiro dan Datuk Patimang, ia dikirim oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan Islam di Sulawesi Selatan.
Wilayah utara Sulawesi Selatan, termasuk Gowa, Tallo, Maros, Pangkajene, Sidenreng Rappang, dan Wajo, menjadi daerah dakwah Datuk Ri Bandang.