Dia dikenal telah memperkenalkan Islam kepada Raja Tallo dan Raja Gowa pada awal abad ke-17.
Peranannya terutama terlihat dalam mengislamkan beberapa kerajaan di daerah tersebut, seperti Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Alauddin.
Setelah wafat, Datuk Ri Bandang dimakamkan di Gowa, di Jalan Sinassara, Kelurahan Kalukubodoa, Kecamatan Tallo, arah utara Kota Makassar.
Makamnya menjadi tempat ziarah bagi masyarakat setempat dan menjadi bagian penting dalam sejarah penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.
Datuk Ri Tiro
Datuk Ri Tiro memiliki nama asli Nurdin Ariyani atau Abdul Jawad dan bergelar Khatib Bungsu.
Ia berasal dari Koto Tengah, Sumatra Barat, dan pernah belajar ilmu agama di Kesultanan Aceh seperti halnya Datuk Ri Bandang.
Ia diutus oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan Islam ke Sulawesi Selatan bersama dengan dua kawanannya, yaitu Datuk Ri Bandang dan Datuk Patimang.
Datuk Ri Tiro mendarat di Kedatuan Luwu lewat Teluk Bone dan kemudian berdakwah di wilayah selatan Sulawesi Selatan, yaitu Tiro, Bulukumba, Bantaeng, dan Tanete.
Ia berhasil mengislamkan beberapa kerajaan di daerah tersebut, seperti Kerajaan Tallo yang dipimpin oleh I Mallingkang Daeng Manyonri yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Abdullah Awwalul-Islam.
Datuk Ri Tiro wafat dan dimakamkan di Tiro atau sekarang Bonto Tiro, Bulukumba.
Makamnya menjadi tempat ziarah bagi masyarakat setempat dan menjadi saksi sejarah penyebaran Islam di Sulsel.
Datuk Patimang
Datuk Patimang memiliki nama asli Muhammad Zainuddin atau Abdul Qadir dan bergelar Khatib Sambas.
Ia juga berasal dari Koto Tengah, Sumatra Barat.
Dia juga pernah belajar ilmu agama di Kesultanan Aceh seperti kerabatnya yang lain dan ditugaskan oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan Islam ke Sulsel.