Oleh Thamzil Thahir
TRIBUN-TIMUR.COM - "Sungguh aku takut, (kelak) shalat tarwih itu diwajibkan di malam-malam Ramadan-mu.." kata Rasulullah Muhammad SAW pada satu pagi Dhuha, hari ke-24 Ramadan Tahun 8 Hijriyah di Madinah.
Begini konteks sejarahnya!
Ini akhir Januari 630 Masehi; Angin panas berhembus di siang hari.
Angin dingin begitu menggigit di malam harinya.
Malam sebelumnya, 23 Ramadan, puluhan sahabat jadi makmum tarawih, shalat sunnah jamaah dua dua rakaat jelang sepertiga malam.
Namun, di malam ke-24, --usai shalat jamaah Isya--, Rasulullah tak lagi kembali Masjid Nabawi.
Beliau memilih shalat tarwih (qiyamu Ramadan) dan dilanjutkan shalat Witir, jelang makan sahur di biliknya.
Rasul sengaja memilih shalat sunnah 1/3 malam Ramadan itu, di bawah kubah hijau Masjid Nabawi.
Puluhan sahabat menunggu dan penasaran di masjid, toh Rasulullah kukuh tak meninggalkan rumah.
Cerita penasaran dan absennya Rasulullah untuk shalat tarwih 20 itu, dikisahkan Aisyah Radiahallahu Anha.
Aisyah adalah istri ketiga Rasulullah yang baru 4 tahun dinikahinya.
Sang Suami (mungkin) masih lelah.
Empat hari sebelumnya, 20 Ramadan 8 Hijriyah, Rasullah baru pulang memimpin lebih 10 ribu pasukan dari perang damai, Fathu Makkah.
Dengan kuda, butuh dua hari semalam untuk menempuh Makkah ke Madinah (432 km).