Sayangnya, sistem pendidikan kita belum maksimal mengarah ke membentuk peserta didik berkarakter rasional.
Itulah sehingga mahasiswa amat penting menjadi fokus perhatian.
Mereka sering hilang justru dalam hiruk-pikuk kesibukan universitas mengejar berbagai reputasi.
Nama mereka bahkan disebut sebagai negasi dalam sambutan Jusuf Kalla di Pembukaan Mubes IKA Unhas.
“Kita bukan lagi mahasiswa. Kita harus mampu berkompromi dan menghindari konflik dalam mencapai mufakat,” katanya.
Ungkapan itu secara kontekstual ditujukan ke peserta mubes yang memang bukan lagi mahasiswa.
Sehingga mampu berkompromi dan menghindari konflik.
Kalimat “pelainan” itu merepresentasikan bahwa mahasiswa sering bertindak tidak dewasa.
Itu benar. Sehingga kita tahu bahwa memang ada masalah di mahasiswa.
Pada bagian inilah mestinya alumni berperan penting.
Turut ambil bagian dalam upaya peningkatan kualitas intelektual luaran almamaternya.
Semisal memberikan beasiswa, biaya penelitian, maupun fasilitas pencerdasan lainnya bagi mahasiswa.
Termasuk ikut berupaya memperbaiki perilaku buruk mahasiswa.
Seperti ketololan akut bertingkah preman jagoan dan merasa hebat kalau tawuran.
Kelakuan itu merugikan diri mereka sendiri serta mempermalukan alumni dan almamater.
Kepentingan Politik
Tentu kita layak dan mesti berharap banyak ke IKA Unhas. Tetapi kita juga perlu bersiap kecewa.
Pengalaman menunjukkan bahwa sebuah lembaga terkadang muncul serupa Sysiphus.
Seringkali dibentuk dan berakhir dengan cara serupa. Mubes dengan rapat semalam suntuk mempertengkarkan satu atau dua kata dalam AD/ART dan Program Kerja.
Setelah itu, seusai pengurus dilantik, AD/ART dan Program Kerja tak pernah lagi disebut.
Sepi tanpa kegiatan. Sampai masa kepengurusan berakhir dan kembali semalam suntuk mempertengkarkan satu atau dua kata dalam AD/ART dan Program Kerja.
Kalaupun ada kegiatan, itu saat dimanfaatkan untuk kepentingan dukung-mendukung seorang politisi sekali lima tahun setiap menjelang pemilihan umum.
Segalanya adalah politik.
Apabila demikian, kita berharap politik digunakan secara cendekia untuk mahasiswa yang kelak menjadi alumni dan anggota masyarakat dengan kemampuan berpikir rasional.
Bukan semata politik sesaat jangka pendek untuk kepentingan pribadi.*