Semasa hidupnya, Annangguru Sahabuddin mendapat gelar Guru Besar Ilmu Tasawuf Asia Tenggara dari IAIN Makassar. Di NU, ulama ini juga sempat berkiprah sebagai Katib Awwal Syuriah PWNU Sulsel dan Wakil Rais Syuriah PWNU Sulsel.
Annangguru Sahabuddin juga berpengalaman sebagai snggota DPRD Sulsel.
Selain dikenal sebagai ulama tasawuf, Annangguru Prof. Dr. KH Sahabuddin juga dikenal sebagai ulama yang peduli pendidikan. Tercatat semasa hidupnya beliau membina perguruan tinggi swasta dan pesantren Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) di Kabupaten Polmas.
Pernah sebagai Dekan di IAIN Ambon dan IAIN Ternate. Wakil Kordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais), Rektor Universitas Al Asyariah Mandar di Sulbar dan masih banyak lainnya.
Salat 27 Ramadan
Setiap akhir Ramadan, ada tradisi ibadah yang ditunggu-tunggu umat islam penganut Tarekat Qadiriyah di Mandar, yaitu "Massambayang bukku" Bukku diambil dari nama salah satu kampung di Kecamatan Banggae Majene.
Tradisi itu mulai diperkenalkan Annangguru Shaleh pada tahun 1966. Tradisi itu dilatarbelakangi pembicaraan Annangguru dengan murid-muridnya, bahwa dibutuhkan tempat yang lebih luas untuk menampung jamaah Salat 27 Ramadan yang sebelumnya dilaksanakan dari rumah ke rumah pengikut KH Muhammad Shaleh.
Dalam tradisi "Massambayang Bukku" telah dilaksanakan Salat Isya berjamaah dilanjutkan dengan Salat Sunnah Tarwih 20 rakaat secara berjamaah pula.
Tak hanya itu, pada tradisi tersebut juga dilaksanakan sejumlah salat-salat sunnah secara berjamaah. Seperti Salat Sunnah Taubat, Salat Sunnah Tasbih dan Salat Sunnah Hajat.
Belakangan tradisi "Masssambayang Bukku" tak lagi dipusatkan di Bukku Majene, tapi dipindahkan ke Pambusuang Polman, tepat di Masjid kompleks pemakaman Annangguru Shaleh.
Sebagian jamaahnya yang tak sempat hadir "Massambayang Bukku" di Pambusuang, juga melaksanakan ibadah serupa pada 27 Ramadan di kompleks Unasmah.