TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Pimpinan Pusat Tarekat Qadiriyah KH Muhammad Shaleh Provinsi Sulawesi Barat, ikut menolak kedatangan ustadz Firanda Andirjan, hadir menyampaikan kajian di Masjid Agung Syuada, Kabupten Polewali Mandar.
Penolakan ustadz yang pernah memusyrikkan Syeikh Sayyid Alawi Al-Maliki, yang merupakan Guru Mulia dalam sanad Tarekat Qadiriyah disampaikan Mursyid Syekh KH Ilham Shaleh, lewat surat pernyataan resmi atas nama PP Thariqah Qadiriyah Provinsi Sulawesi Barat.
Tuduhan yang dilakukan Firanda terhadap Al Arif Billah Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, merupakan hal menyakitkan, khususnya jemaah Tarekar Qadiriyah Provinsi Sulawesi Barat, dan para umat Aswaja pada umumnya.
Mengingat Guru mulia Al Arif Billah Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki juga bersambung sanad perguruannya dengan para ulama Aswaja lainnya di Indonesia semisal Alm KH. Maimun Zubair (Rembang), KH. Ihya Ulumuddin, dst.
Lalu bagaimana sejarah Tarekat Qadiriyah KH Muhammad Shaleh Provinsi Sulawesi Barat, yang merespon rencana kehadiran ustadz Firanda di Bumi Tipalayo julukan Kabupaten Polman dengan surat pernyataan resmi.
Sejarah singkat Tarekat Qadiriyah di Tanah Mandar.
Perkembangan Islam di wilayah Sulawesi Barat tidak bisa dilepaskan dari peran KH Muhammad Saleh, sebagai pembawa Tarekat Qadiriyah masuk di tanah Mandar.
Pengaruh ajarannya sangat membumi di daerah ini. Ia tidak meninggalkan situs-situs kemegahan, melainkan kesahajaan sebagai seorang manusia dan ulama Mandar yang patut diteladani.
Annangguru Saleh merupakan ulama besar di wilayah Mandar dan Sulawesi. Ia lahir pada 1913 di Pambusuang, sekarang masuk Kabupaten Polewali Mandar.
Annangguru Saleh wafat di Rumah Sakit Majene, Ahad 10 April 1977 Pukul 12.30 Wita, kemudian dikebumikan di Pambusung.
Pengaruh ajarannya begitu luas, baik di Sulawesi Barat maupun di daerah sekitarnya.
Ia adalah pioner ulama yang membawa, mengajarkan, dan mengembangkan tarekat Qadiriyah di Mandar.
Annangguru Saleh merupakan salah satu dari dua ulama besar Mandar yang sampai saat ini belum ada yang menyamai karisma dan pengaruh ajarannya.
Gelar Annangguru di depan namanya lantaran ia memilih berdakwah secara berpindah-pindah, tak terpaku pada satu lokasi, dari satu rumah ke rumah jamaah lainnya.
Khususnya, di beberapa kampung di pesisir Mandar.