53 Tahun Supersemar,Perintah Soekarno yang Disalahartikan Soeharto,Kesaksiannya 'Saya Bukan Komunis'

Editor: Waode Nurmin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

53 Tahun Supersemar,Perintah Soekarno yang Disalahartikan Soeharto,Kesaksiannya 'Saya Bukan Komunis'

Kemudian, Korps KKA di bawah Letjen Hartono, Korps Brimob di bawah Anton Soedjarwo, dan sebagian besar pasukan Kodam Brawijaya yang setia membela Soekarno.

Namun, ketika para loyalis ini menyarankan untuk melawan, Soekarno menolaknya.

Soekarno tidak ingin perlawanannya memicu perang sipil dan memecah belah bangsa.

"Para loyalis ini tidak tega melihat Bung Karno. Lebih baik mati bersama-sama. Sangat berisiko, tapi mereka die hard semua," ungkap Sidarto.

Baca: Misteri Supersemar, Mantan Ajudan Soekarno Blak-blakan: Bung Karno Dikibuli Soeharto

Baca: Keluarga Jenderal M Jusuf Ingin Jip Supersemar Jadi Milik Negara

Baca: Supersemar, Eks Dekan Teknik Unhas Deklarasi Calon Rektor

Tentang Sidarto

Sidarto diangkat menjadi ajudan Presiden Soekarno pada 6 Februari 1967.

Saat itu, pangkat Sidarto adalah ajun komisaris besar polisi.

Dia menggantikan Komisaris Besar Sumirat yang ditahan setelah terbitnya Supersemar.

Sidarto mengawal Soekarno sebagai Presiden hanya dua pekan, 6-20 Februari 1967.

Setelah itu, kekuasaan beralih kepada Jenderal Soeharto.

Sidarto tetap menjadi ajudan Soekarno meski statusnya disebut sebagai "Presiden nonaktif".

Sidarto Danusubroto ajudan terakhir Presiden Soekarno (Istimewa)

Perpindahan kekuasaan Soekarno ke Soeharto

Politisi PDI Perjuangan itu menyaksikan proses penyerahan kekuasaan eksekutif dari Soekarno kepada Soeharto pada 20 Februari 1967.

Sejak saat itu, secara de facto dan de jure kekuasaan berpindah dari Soekarno ke Soeharto.

Sekitar Mei 1967, Soekarno tidak diperbolehkan masuk ke Istana sekembalinya dari berkeliling Jakarta.

Sidarto menyaksikan peristiwa itu karena baru saja mendampingi Soekarno menyantap sate ayam di pinggir pantai Priok atau Cilincing, Jakarta Utara.

Sejak saat itu, Soekarno dikenai tahanan kota dan menetap di Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala, Jakarta) sampai akhir 1967.

Pada awal 1968, Soekarno dikenai tahanan rumah dan dibatasi aktivitasnya, termasuk untuk bertemu keluarga.

Sidarto ditarik dari posisinya sebagai ajudan Soekarno oleh Polri pada 23 Maret 1968.

Kondisi kesehatan Soekarno yang semakin menurun dianggap lebih memerlukan dokter ketimbang ajudan.

Pada Juni 1970, Soekarno meninggal dunia.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul 53 Tahun Supersemar, Sidarto Ajudan Terakhir Ungkap Bung Karno Merasa Dikibuli

Berita Terkini