OPINI

Opini Syamsuddin Radjab: Jusuf Kalla, Otoritarianisme vs Kepastian Hukum

Editor: Jumadi Mappanganro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Syamsuddin Radjad di Kantor Tribun Timur, Makassar, Senin (25/12/2017) malam.

Oleh Syamsuddin Radjab
( Staf Pengajar HTN UIN Alauddin Makassar dan Direktur Eksekutif Jenggala Center)

BELAKANGAN ini banyak sangkaan negatif yang mengarah ke Jusuf Kalla (JK) setelah mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam pengujian undang-undang yang dimohonkan oleh DPP Perindo pada Selasa (10/7/2018) lalu.

Partai Perindo ingin menguji penjelasan Pasal 169 huruf n UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang dianggap bertentangan dengan Pasal 7 UUDN RI 1945.

Syak wasangka itu mulai dari kekuatiran munculnya otoritarian baru, mengkhianati amanat reformasi, membendung regenerasi kepemimpinan nasional hingga tuduhan serius melanggengkan dan mengamankan konglomerasi usaha JK yang memang berasal dari kalangan pengusaha atau saudagar.

Andaikata, JK tidak mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam permohonan judicial review DPP Partai Perindo mungkin dinamika politiknya tidak semarak seperti saat ini dan sidang-sidang MK akan berlangsung biasa-biasa saja seperti uji materi UU lainnya.

JK memang menghentak perpolitikan nasional menjelang penentuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden pada 4-10 Agustus 2018 atau dua minggu ke depan.

Di tengah para pimpinan parpol bermanuver bertemu satu dengan lainnya dan saling menjajaki kemungkinan kerjasama untuk mengusung pasangan calon masing-masing.

Baca juga: Opini Andi Januar Jaury: Persembahan Devisa Wisman untuk Rupiah

Baca juga: Opini Aswar Hasan: Kolom Kosong Rasa Petahana

Yang dibuat bereaksi cepat bukan lah masyarakat, tetapi kalangan politisi dan orang-orang yang berminat menjadi calon pasangan Presiden Jokowi terutama partai koalisi dengan mendorong ketua umumnya sebagai calon wakil Presiden.

Partai Golkar misalnya, bahkan menggalang penolakan itu melalui organ mantelnya dengan melakukan penggalangan wacana di pelbagai media.

Tidak sampai disitu, partai Golkar juga secara serial menggelar diskusi dipelbagai tempat dan merekrut 'Relawan Jokowi' agar mendukung kepentingannya yakni menjajakan Airlangga Hartarto yang saat ini sebagai ketua umum agar dipilih sebagai calon Wakil Presiden oleh Presiden petahana Jokowi.

Sedari awal, saya sudah menyatakan bahwa sosok Ketua Umum Partai Golkar itu tidak memenuhi kriteria dan kualifikasi calon Wakil Presiden karena bukanlah tokoh yang memiliki pengaruh kuat di kalangan arus bawah.

Di internal Golkar sendiri, juga bukan figur simpul kuat yang memiliki faksi tersendiri dengan pengaruh politik kuat.

Sikap ngotot oknum pengurus Partai Golkar itu berbanding terbalik dengan sikap parpol koalisi Jokowi yang merespons sikap JK dengan santai dan biasa-biasa saja.

Parpol lainnya lebih menganggap sebagai upaya pribadi dan hak konstitusional setiap warga negara yang perlu dihargai.

Menuju Otoritarianisme?

Halaman
123

Berita Terkini