Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Teropong

Kajili-jili!

Dalam kepustakaan sebuah negara; situasi hambatan, ancaman, tantangan dan gangguan silih berganti. 

Editor: Sudirman
Ist
TEROPONG - Abdul Gafar Pendidik di Departemen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar 

Oleh: Abdul Gafar

Pendidik di Departemen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar 

TRIBUN-TIMUR.COM - HIDUP ini dibumbui  dengan berbagai peristiwa dan pengalaman. 

Dalam kepustakaan sebuah negara; situasi hambatan, ancaman, tantangan dan gangguan silih berganti. 

Hal yang perlu  diperhitungkan adalah melihat peluang di depan mata.

Baru saja berlalu bangsa Indonesia memperingati  hari kemerdekaan yang ke-80. 

Berbagai acara dilaksanakan oleh masyarakat dalam variasi suasana. 

Tema HUT ke-80 Republik Indonesia tahun 2025 adalah "Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju". 

Tema ini diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan mencerminkan semangat serta cita-cita bangsa Indonesia untuk bersatu, menjamin kedaulatan, menyejahterakan rakyat, dan terus bergerak menuju kemajuan. 

Sebuah tema yang menarik untuk dilaksanakan. 

Semangat persatuan dan kesatuan sering terusik oleh ulah kita sendiri. 

Ada pihak yang memang sengaja membenturkan masyarakat agar timbul kekacauan. 

Muncul kelompok militan yang siap membela kepentingannya jika diusik. 

Terkadang hanya dibayar Rp 100 hingga Rp 200-an ribu disertai nasi bungkus dan sebotol air dalam kemasan siap digerakkan.  

Kelompok ini dikerahkan oleh koordinator sebagai pengamat di lapangan.

Puluhan tahun lalu, penulis pernah mengenal seseorang. Hidupnya terlihat mapan. Kerjanya sebagai penggerak orang yang siap dibayar untuk gerakan tertentu. 

Orang-orangnya  biasa tampil di berbagai aksi. Jika ada sesuatu yang ingin didemo, maka tinggal dihubungi berapa orang yang dibutuhkan, kapan dan  di mana tempat berkumpulnya ditentukan. 

Kelompok manusia berbayar ini dapat dimanfaatkan oleh kelompok lainnya. Apakah mereka ini ada juga di daerah ini? Entahlah.

Hidup ini sudah keras. Seseorang atau kelompok orang dapat saja berbuat di luar hukum yang ada. 

Terkadang muncul perlakuan hukum rimba. 

Siapa yang kuat, maka itulah yang akan memenangkan. Praktik-praktik hukum rimba terlihat di mana-mana.

Rakyat sejahtera, Indonesia maju menjadi cita-cita negara dan bangsa kita. 

Fakta yang terjadi di lapangan, justeru tingkat kemiskinan dan kesejahteraan semakin menjadi-jadi. 

Dalam kondisi tersebut, pemerintah baik kota maupun kabupaten kajili-jili menaikkan PBB P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan  dan Perkotaan) secara drastis. 

Akibatnya, timbul kerusuhan di beberapa wilayah. Si kaya tidak mempersoalkan. 

Tetapi bagi  si miskin justeru bermasalah. Seyogyanya perilaku bernegara kita didasari oleh Pancasila.

Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum. 

Landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, serta pedoman filosofis yang membentuk peraturan perundang-undangan di Indonesia agar sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. 

Hal ini berarti seluruh aspek kenegaraan harus didasarkan pada Pancasila, menjadi fondasi yang kuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara serta mencapai cita-cita bangsa.    

Pancasila masih menjadi perdebatan oleh orang kritis. 

Maka lahirlah Pancagila ubahan  Sahat Safiih Gurning tahun 2016. 

Pancagila yang dirumuskan Sahat adalah: (1) Keuangan Yang Maha Kuasa. (2) Korupsi Yang Adil dan Merata. (3) Persatuan Mafia Hukum Indonesia. (4) Kekuasaan Yang Dipimpin oleh Nafsu Kebejatan Dalam Persengkongkolan dan Kepurak-purakan. (5) Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat.

Apa yang diformulasi oleh Sahat  terbukti adanya. 

Fakta yang tidak dapat dipungkiri kebenarannya. 

Para koruptor merajalela. Hasil korupsinya bukan  main-main, melainkan membuat kita tercengang luar biasa. 

Milyaran hingga triliunan sudah biasa. Rasa malu berbuat salah tidak lagi dijadikan pedoman hidup.

 “Negara ini bukan kekurangan uang negara, melainkan kelebihan maling”,  sebuah pesan dari WA.   Kabar terbaru, KPK menetapkan Wamenaker terkait pemerasan. 

Inilah  semua perilaku kajili-jili  atau gegabah kata orang Makassar. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved