Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Podcast Diskusi Bareng Para Senior : PMII vs HMI Mana yang Terbaik?

Hadir sebagai narasumber Azhar Arsyad Mantan Ketua PMII Sulsel dan Ni'matullah Erbe Mantan Wakil Ketua HMI Cabang Makassar.

Tangkap Layar
Tribun Timur kembali menghadirkan podcast bertema diskusi bareng para senior, PMII vs HMI mana yang terbaik?, di redaksi Tribun TImur Jl Cendrawasih Mamajang Makassar, Senin (11/8/2025). Hadir sebagai narasumber Azhar Arsyad Mantan Ketua PMII Sulsel dan Ni'matullah Erbe Mantan Wakil Ketua HMI Cabang Makassar. 

TRIBUN-TIMUR. COM - Tribun Timur kembali menghadirkan podcast bertema diskusi bareng para senior, PMII vs HMI mana yang terbaik?, di redaksi Tribun TImur Jl Cendrawasih Mamajang Makassar, Senin (11/8/2025).

Hadir sebagai narasumber Azhar Arsyad Mantan Ketua PMII Sulsel dan Ni'matullah Erbe Mantan Wakil Ketua HMI Cabang Makassar.

Acara dipandu host Hasyim Arfah. 

Tanya Jawab

Bagaimana sih sebenarnya masuk dari pernyataan dari Cak Iming ini?

Azhar Arsyad - Saya tentu tidak bisa menjawab ee seutuhnya apa yang dimaksud. Tentu yang bersangkutan lebih tahu ya.  Tetapi sekedar informasi untuk memberi konteks bahwa itu kan acara internal sebenarnya lebih pada pelantikan IKAPMI, Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan Cak Imin menyampaikan itu  konsumsi internal ya. Jadi bisa saja maksudnya sebenarnya hanya untuk memotivasi teman-teman di PMI supaya bisa semacam competitive advantage lah dengan teman-teman HMI. Kita tahu HMI kan itu jauh lebih lebih dulu lahir dan kemudian kader-kadernya istilahnya mungkin sudah ke mana-mana dan PMI mungkin memang juga sejarahnya karena PMI itu kan dulu dari NU. Tapi kalau mau dibandingkan jauhlah sebenarnya antara HMI dengan PMI ya. Saya kira itu konteksnya ee tergantung sebenarnya kalau mau dipertajam ya bisa lebih.

 Jadi melihat narasi mana yang terbaik yang membandingkan PMI dan HMI ini gimana Kak?

Ni'matullah Erbe -  Itu kan konteksnya adalah acara internal PMI. Jadi itu gimik bisa juga jadi candaan internal bagi mereka ya. Jadi kalau tidak ditanggapi gak ada masalah sesungguhnya. Kan itu soalnya kalau ditanya mana yang terbaik, justru apa yang disampaikan oleh Cak Imin seharusnya menjadi bahan bahan koreksi, bahan kita untuk merefleksi diri. Apa benar kita selama ini sudah terbaik? Sudah sejauh mana kita berkontribusi kebaikan bangsa dan kebaikan daerah misalnya. Jangan sampai malah organisasi-organisasi ini cuma jadi beban bagi bangsa ini, bagi daerah ini. Justru seharusnya itu menjadi bahan ya bahan kita untuk mengevaluasi diri kita masing-masing. Justru harusnya dibawa ke situ. Benarkah kita terbaik? Lalu kalau kita terbaik emang ini kompetisi kan? Bukan juga. Yang terpenting adalah apa kontribusi masing-masing organisasi untuk kebaikan bangsa ini, masyarakat kita. Makanya kalau saya, saya berkali-kali bahkan beberapa media menelepon langsung karena saya presidium Kahmi Sulawesi Selatan.

Bagaimana sih sebenarnya kalau kita lihat lagi lebih dalam kader PMI bisa berkontribusi demi bangsa ini yang mulai dari bawah?

Azhar Arsyad - Saya kira ruangnya sekarang semakin terbuka ya. Artinya kalau itu sih sebenarnya sama saja sebenarnya dengan apa namanya UKP-UKP lain. Tapi saya lebih setuju seperti yang disampaikan oleh Pak Nmatullah bahwa ruang-ruang diskusi itu harusnya dipakai untuk bagaimana berkontistribusi. Bukan hanya bukan hanya soal kebangsaan, tapi lebih spesifik soal daerah, soal di tingkat kabupaten, di tingkat kecamatan, di tingkat provinsi supaya lebih kontekstual sebenarnya. Karena kalau misalnya seperti apa yang dilakukan oleh teman-teman sekarang misalnya demo kemudian demonya juga tidak jelas misalnya kan itu dan repot semua orang. Jadi lebih fokus misalnya apa misalnya isunya. Jadi saya mau teman-teman daerah aktivis baik HMI, PMI dan semuanya GMNI, GMKI dan sebagainya itu lebih fokus untuk jangan maksudnya jangan ritme Jakarta selalu dibawa, isu nasionalnya selalu dibawa ke daerah. Sementara isu daerahnya itu gak muncul sebenarnya.

Kenapa isu seperti kemiskinan tidak diangkat?

Ni'matullah Erbe - Di belakang data kemiskinan itu ada data pengangguran. Nah, ini kan yang terkait langsung dengan kita, dengan anak-anak kita, dengan itu gak pernah dibicarakan serius. Apa? Apa skema pemerintah daerah kita? Apa skemanya kabupaten kota? Apa skemanya provinsi untuk mengurangi itu? Itu kan ya kita terjebak dengan isu politik yang di yang diputar di daya pusat gitu kan. Sehingga isu-isu yang justru terkait dengan diri kita gak pernah mau dibicarakan. Kira-kira mereka kayaknya masih terus bernostalgia dengan gaya-gaya aktivisal delapan, Jangan lagi apalagi seperti ini. Ini kan konflik yang tidak perlu misalnya tiba-tiba urusan PMI dengan HMI itu apa sih urusannya itu? Nah, yang kalau terjadi pembangunan yang tidak cukup baik dengan jumlah orang miskin dan jumlah pengangguran, maka yang akan menganggur itu anak HMI dan anak PMI. Ngapain? Ngapain kau ngurusin konflik organisasi? Ada persoalan nyata di depan kita ini. Bayangkan aja ini kan kampus kita melahirkan sarjana hampir  tiap tahun 5.000-6.000 per sekali setahun kan. Nah, mereka mau diserap di mana? Nah, itu kan persoalan serius kita gitu.

Bagaimana mengelola anak-anak HMI dan PMI di organisasinya supaya rukun?

Azhar Arsyad - Maksud saya emang memang mereka tidak rukun rukun-rukun aja. Rukun-rukun aja ya. Iya kan? HMI PMI bukan hanya rukun sekongkol lagi sekongkol. Gak ada masalah sebenarnya sama sekali tidak ada masalah makanya itu kalau teman-teman aktivis HMI karena saya kebetulan PMI ya bisa ditanyalah artinya kalau nah sama sekali tidak ada masalah karena kan apalagi kalau di partai politik kan mengukurnya itu bukan bukan soal HMI, PMI, tapi kan ada indikatornya kan soal kinerja, soal kepekaan, soal sensitivitas terhadap persoalan-persoalan masyarakat itu lebih di situ sebenarnya. Syukurnya ini teman-teman, teman-teman di partai politik kalau di alumni HMI, alumni PMI itu kan jauh lebih sensitif ya, lebih fleksibel, lebih adaptif dengan persoalan-persoalan masyarakat sebenarnya. Nah, itu yang terus kita asal sebenarnya, itu yang terus kita dorong supaya bisa nyambut dengan problem masyarakat dengan teman-teman juga di DPR sebenarnya. Sangat berbeda itu aktivis partai atau anggota DPR yang berproses dari jadi aktivis kemudian jadi DPR dengan teman-teman yang lain dari birokrasi atau pengusaha. Beda sekali sensitivitasnya.

Ni'matullah Erbe - Jadi dalam konteks partai politik justru sebenarnya itulah yang menyebabkan mengapa saya tidak terlalu setuju dibenturkan organisasi kepemudaan ini. Mengapa? Karena justru partai politik kekurangan supply kader. Kita butuh sekali organisasi-organisasi ini melahirkan kadar-kadar bagus. Mengapa? Karena kalau partai politik tidak diisi oleh orang-orang yang punya pertama skill. Jadi skill organisasi itu tidak mudah orang bilang gampang. Tidak. Orang yang tidak punya skill, tidak punya pengalaman bagaimana mengelola sebuah atau menjadi bagian dari sebuah organisasi itu berat. Berat diatur karena dia gak ngerti. Yang kedua itu tadi sensitivitasnya terhadap persoalan-persoalan di sekitarnya. itu kan sesuatu yang memang include di dalam dirinya gitu kan. Jadi ketika dia jadi aktivis politik itu langsung cepat dia problem solving apa dan sebagainya dan minimal dia sudah punya skill apa itu skill organisasi minimal kemampuan menyampaikan ide itu kan tidak gampang. kalau dia tidak pernah terlatih bagaimana dia bicara dengan baik apa dan sebagainya bagaimana dia mengkomunikasikan apa yang dia pikirkan itu itu skill yang tidak mudah gitu.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved