Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Setahun Prabowo Gibran

Akademisi Makassar Soroti Program Biodiesel B50 Era Prabowo–Gibran

Akademisi Makassar nilai arah energi era Prabowo–Gibran belum jelas, dorong percepatan EBT nasional.

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Sukmawati Ibrahim
FAQIH/TRIBUN TIMUR
ENERGI FOSIL– Pakar Energi UMI Syarifuddin Nojeng, Pakar Kebijakan Publik Kafrawy Saenong, dan Pakar Ekonomi Unismuh Sutardjo Tui dalam diskusi satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran di Makassar, Senin (17/11/2025). Akademisi menyerukan transformasi energi fosil ke EBT. 

 

Ringkasan Berita:
  • Satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran, akademisi Makassar menilai arah energi berkelanjutan belum jelas. Indonesia masih bergantung pada fosil. 
  • Pakar menyoroti belum adanya UU EBT, potensi bioenergi dari minyak jelantah, serta program Biodiesel B50 yang dinilai belum cukup. Energi disebut harus memberi kesejahteraan rakyat, bukan hanya laba korporasi.
 
 
 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Persoalan energi masih menjadi pekerjaan rumah besar di era pemerintahan Prabowo–Gibran.

Satu tahun kepemimpinan, arah sektor energi berkelanjutan dinilai belum jelas.

Indonesia masih bertumpu pada energi fosil, baik listrik maupun bahan bakar.

Sementara pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) seperti surya, air, angin, dan biomassa belum optimal.

Pakar Kebijakan Publik, M Kafrawy Saenong, menilai salah satu tantangan adalah belum disahkannya UU EBT. 

“UU 27 tahun 2003 tentang panas bumi sudah jauh tertinggal. Perlu peremajaan,” ujarnya dalam diskusi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran di Kopitiam, Makassar, Senin (18/11/2025).

Kafrawy menyebut bioenergi dari minyak jelantah bisa menjadi alternatif.

Konsumsi minyak goreng nasional mencapai 8,3 juta ton.

Potensi 30–40 persen dikumpulkan untuk biodiesel. 

“Lima liter minyak jelantah bisa jadi satu liter biodiesel.

Target bauran EBT 35 persen bukan mustahil, saat ini sudah 16 persen,” katanya.

Pakar Energi Universitas Muslim Indonesia, Syarifuddin Nojeng, menyoroti program Biodiesel B50.

Campuran 50 persen solar dan 50 persen biodiesel dinilai belum cukup mendongkrak ekonomi karena masih bergantung pada impor BBM.

“Energi fosil lambat laun akan habis. Kebutuhan listrik kita 90 juta gigawatt, 50 persen masih dari fosil,” ujarnya.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved