Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Eks Menteri Yaqut dan Pengumuman Tersangka Korupsi Kuota Haji, SK Menag Jadi barang Bukti KPK

Juru bicara KPK Budi Praseyto menyebut kerugian negara tembus Rp 1 triliun lebih sesuai perhitungan awal.

TRIBUNNEWS.COM
Eks Menteri Agama RI (Menag) Yaqut Cholil Qoumas akan kembali dipanggil KPK terkait korupsi kuota haji. Gus Yaqut sapaannya bahkan sudah dicegat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bepergian keluar negeri.  

Terlebih setelah surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 terkait pembagian kuota haji tambahan yang ditandatangani oleh Gus Yaqut dijadikan barang bukti oleh KPK.

Menanggapi hal tersebut, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu membenarkan soal kabar pencekalan Gus Yaqut ke luar negeri.

Asep juga mengaku hingga kini KPK masih mencari informasi terkait siapa yang memberikan perintah terkait pembagian kuota haji ini dan siapa saja yang ikut menerima uang hasil korupsi kuota haji.

"Yang dicekal salah satunya saudara YCQ, ini juga disampaikan bahwa kita sedang mencari siapa yang memberikan perintah dan juga siapa yang menerima uang," kata Asep dalam konferensi pers KPK hari ini, Selasa (12/8/2025).

Selanjutnya terkait SK yang ditandatangani oleh Gus Yaqut, Asep menyebut SK tersebut kini telah menjadi barang bukti KPK.

Soal apakah Gus Yaqut akan menjadi tersangka karena menandatangani SK tersebut, Asep menuturkan KPK masih perlu mencari bukti-bukti lain yang menguatkan.

KPK juga harus menggali lebih dalam tentang bagaimana proses SK soal pembagian kuota haji itu terbit.

"Kemudian terkait dengan adanya SK yang ditandatangani oleh YCQ ini apakah sudah akan menjadi potential suspect (tersangka)."

"Itu menjadi salah satu bukti (SK), jadi kita kan perlu banyak bukti, salah satunya sudah kita peroleh, itu tadi SK yang sudah kita peroleh dan tentunya menjadi salah satu bukti."

"Tentunya kita harus mencari bukti-bukti lain yang menguatkan. Kita juga harus memperdalam bagaimana proses dari SK itu terbit," jelas Asep.

Asep menjelaskan, untuk jabatan setingkat menteri biasanya ada beberapa kemungkinan SK ini diterbitkan oleh suatu Kementerian. 

Bisa SK itu sudah jadi dan menteri tersebut tinggal menandatangani. Bisa juga SK ini terbit karena ada perintah dari posisi yang lebih tinggi. Hal ini yang masih didalami oleh KPK.

"Karena pada umumnya, pada jabatan setingkat menteri, yang bersangkutan apakah memang merancang SK itu sendiri atau SK itu sudah jadi dan ada yang menyusun SK itu, kemudian istilahnya disodorkan kepada yang bersangkutan untuk ditandatangani."

"Jadi kita lihat seperti tadi di awal itu siapa yang memberi perintah, apakah ada yang lebih tinggi dan memberi perintah, atau bagaimana, itu sedang kita dalami," terang Asep.

Lebih lanjut Asep mengungkap tindak pidana korupsi dalam kasus kuota haji ini terletak pada pembagian kuota haji reguler dan haji khusus yang tidak sesuai undang-undang.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved