Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Beras Oplosan

Sulsel Jadi Lokasi Distribusi Beras Oplosan 4 Perusahaan Besar

Satgas Pangan Polri pun mengambil sampel di 10 provinsi untuk empat perusahaan besar yang mendistribusikan beras oplosan.

Editor: Muh Hasim Arfah
tribunnews.com
BERAS OPLOSAN- Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri merilis laporan beras oplosan di Indonesia, Kamis (10/7/2025). Satgas Pangan menemukan beras oplosan di Sulawesi Selatan. 

Keempat perusahaan tersebut diketahui memasarkan produk-produk beras dengan merek ternama yang banyak beredar di pasar ritel modern, sehingga dugaan pelanggaran ini menjadi perhatian serius publik dan otoritas pengawas pangan nasional.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto juga menerima laporan mengenai adanya 'permainan' dalam penjualan beras premium.

Ia mengungkapkan ada beras biasa yang diberi stempel sebagai beras premium dan dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Untuk itu, Prabowo telah menugaskan pihak yang berwenang untuk memulai pengusutan praktik tak bertanggung jawab tersebut.

"Ini kan penipuan. Ini pidana. Saya minta Jaksa Agung dan Kapolri usut dan tindak. Ini pidana. Dan saya dapat laporan kerugian yang dialami oleh ekonomi Indonesia, Rp100 triliun tiap tahun," kata Prabowo.

"Menteri Keuangan, kita setengah mati cari uang. Setengah mati. (Dari) Pajak ini-lah, biaya cukai ini-lah dan sebagainya. Rp100 triliun kita rugi tiap tahun, dinikmati oleh hanya 4-5 kelompok usaha," tambahnya.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan mengaku menemukan sebanyak 212 merek beras yang produknya tidak sesuai standar atau berisi beras oplosan.

212 merek itu ditemukan tak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap salah satu modusnya, yakni pencantuman label yang tidak sesuai dengan kualitas beras sebenarnya atau sering disebut oplosan.

Amran mencontohkan, sebanyak 86 persen dari produk yang diperiksa mengklaim sebagai beras premium atau medium, padahal hanya beras biasa.

Ada pula modus pelanggaran yang mencakup ketidaksesuaian berat kemasan, di mana tertulis 5 kilogram (kg) namun hanya berisi 4,5 kg. 

"Artinya, beda 1 kg bisa selisih Rp2.000-3.000/kg. Gampangnya, misalnya emas ditulis 24 karat, tetapi sesungguhnya 18 karat. Ini kan merugikan masyarakat Indonesia," kata Amran di Makassar, Sabtu (12/7).

Akibat praktik kecurangan itu menurut Amran, kerugian yang diderita masyarakat tak tanggung-tanggung. Nilainya ditaksir mencapai Rp99,35 triliun setiap tahun.

"Selisih harga dari klaim palsu ini bisa mencapai Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Jika dikalikan dengan volume nasional, potensi kerugian masyarakat bisa mencapai hampir Rp100 triliun," tegasnya. 

Ia menambahkan bahwa praktik semacam ini bukan kali pertama terjadi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved