Opini
Memahami Konsep Perjanjian dalam Hukum: Sebuah Kajian Teoretis
Melalui perjanjian, hubungan hukum yang sah dapat dibentuk, hak-hak dilindungi, dan kewajiban dapat ditegakkan.
Kesepakatan atau konsensus merupakan pertemuan kehendak antara para pihak yang membuat perjanjian.
Hal ini sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian.
Kesepakatan harus diberikan secara sukarela, tanpa paksaan, penipuan, atau kekhilafan.
Dengan demikian, perjanjian tidak hanya soal tindakan, tetapi juga soal kemurnian niat dan kebebasan kehendak.
Mengikatkan Diri sebagai Komitmen Hukum
Hasil dari kesepakatan adalah pernyataan saling mengikatkan diri. Artinya, para pihak bersedia dan siap untuk tunduk terhadap ketentuan yang telah disepakati.
Dalam tahap ini, perjanjian mulai bersifat mengikat dan menimbulkan tanggung jawab hukum.
"Mengikatkan diri” bukan sekadar janji moral, tetapi bentuk komitmen yuridis yang dapat dimintai pertanggungjawaban apabila dilanggar.
Akibat Hukum sebagai Konsekuensi
Perjanjian yang sah menimbulkan akibat hukum berupa lahirnya hak dan kewajiban yang berlaku bagi para pihak.
Ketika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya (wanprestasi), maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhan prestasi, ganti rugi, atau bahkan pembatalan perjanjian.
Asas pacta sunt servanda yang tertuang dalam Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Ini menunjukkan bahwa akibat hukum dari perjanjian memiliki kekuatan mengikat yang tinggi.
Keterkaitan Unsur-unsur Perjanjian
Keempat unsur tersebut memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.