Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Disperindag Klaim Tak Ada Beras Oplosan di Sulsel

Jika beras oplosan yang disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman itu ditemukan masyarakat,  dapat segera dilaporkan.

|
Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Alfian
Tribun-Timur.com/Andi Bunayya Nandini
BERAS OPLOSAN - Ilustrasi beras. Disperindag Sulsel mneyebut belum ada temuan beras oplosan di Sulsel. 

TRIBN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Kasus beras oplosan belakangan di ungkap oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN).

Terdapat temuan dari hasil pengawasan mereka pada produk beras di 62 kabupaten/kota di Indoensia.

Dari 10 merek beras kemasan premium yang diperiksa selama pengawasan hingga akhir Maret 2025, hanya satu merek yang memenuhi persyaratan mutu.

Dalam keterangan resmi, Ditjen PKTN menyebutkan, pihaknya bersama pemerintah daerah melakukan pengawasan, pengamatan, dan pemantauan terhadap 98 jenis produk beras yang beredar di wilayah masing-masing. 

Hasilnya, ditemukan 30 produk beras yang ditolak karena kuantitasnya tidak sesuai ketentuan.

Sementara itu, di Sulsel sendiri belum ditemukan adanya beras oplosan yang beredar di kalangan masyarakat.

Hal itu diungkap oleh, Kepala Bidang Perdagangan dalam Negeri Disperindag Sulsel, Rahayu Juwita, saat dihubungi Tribun Timur, Rabu (16/7/2025).

Ia mengatakan, jika pihaknya telah mendapat kabar tersebut dan telah turun langsung memastikan oplosan beras. Namun, hingga saat ini belum ditemukan.  

"Begitu saya tau langsung berkoordinasi dengan Bulog. Tapi sampai sekarang, belum ada kami temukan di pasar yang kami pantau atau laporan masyarakat bahwa ditemukan itu," katanya.

Baca juga: Amran Sulaiman Ungkap Sosok Pengusaha Besar Dibalik Kasus Beras Oplosan

Ia mengaku, jika pihaknya memiliki pemantau pasar di lapangan yang terus mengawasi adanya peredaran beras oplosan.

"Kan kami ada pemantau pasar dan biasanya, kan kami fokusnya itu memantau harga. Sambil biasa bertanya, tapi kami belum temukan informasi di lapangan," ungkapnya.

Adapun kata Rahayu, jika beras oplosan yang disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman itu ditemukan masyarakat,  dapat segera dilaporkan. 

"Ya, kan itu berarti kan masuknya gini, misalnya kalau ada temuan, ada laporan dari masyarakat, kemudian kami minta lanjuti sebagai barang beredar yang merugikan.," ujarnya.

"Di pengawasan sampai sekarang belum ada laporan. Belum ada juga kami temukan di pasar," tambah dia.

Lanjut Rahayu, terdapat kemungkinan oplosan beras yang diungkapkan Mentan terjadi di luar Sulsel

"Mentan kalau tidak salah (penyampaian) di daerah Jawa, di Sulsel, belum ada," kata dia. 

Lanjut dia,  pengawasan di lapangan akan terus dilakukan dan ketika ditemukan di Sulsel,  pihaknya memastikan tidak segan-segan memberikan sanksi. 

"Ya, kan sanksinya ada di pengawasan, yang merugikan konsumen itu sebagai barang beredar. Tentu ada sanksi untuk pengusaha yang melakukan itu," jelasnya.

Sebelumnya, Produsen beras ketahuan curang  dengan menjual produk tak sesuai mutu dan takaran.

Temuan produsen beras praktik curang itu menjadi sorotan publik.

Hal itu dibongkar Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman setelah ditemukan 212 merk yang mengambil keuntungan.

Andi Amran mengatakan, praktik produsen beras yakni menjual beras volume 5 kg padahal yang dijual hanya 3,5 kg.

"Kemudian ada yang 86 persen adalah mengatakan bahwa ini premium padahal itu adalah beras biasa lalu beras medium padahal itu beras biasa," tuturnya kepada wartawan, Sabtu (12/7/2025).

Hal itu sangat mengkhawatirkan, Amran menyebut ada selisih harga cukup besar.

Dalam catatannya produsen beras nakal ini meraup untug Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram.

"Kalau gampangannya adalah kita mencontohkan emas, tertulis emas 24 karat, tetapi sesungguhnya itu 18 karat, nah ini kan merugikan masyarakat Indonesia," tukasnya

Pria asal Sulawesi Selatan ini menaksir kerugian negara bisa menyentuh angka nyaris Rp100 triliun bila terjadi setiap tahun.

Jika dihitung dalam kurun waktu 10 tahun, negara mengalami kerugian mencapai Rp1.000 triliun.

"Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp1.000 triliun. Kalau 5 tahun kan Rp500 triliun ini kerugian. Dan kalau ini kita sadari semua, kita kembali kepada regulasi yang ada," paparnya.

Kasus mafia beras ini tengah diusut oleh Satgas Pangan Polri bersama stakeholder lainnya.

Sorotan DPRD Sulsel

Komisi B DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menyoroti soal dugaan beras oplosan yang saat ini tenagh menjadi perbincangan serius.

Diketahui, saat ini, Bareskrim Polri memeriksa empat produsen beras premium yang diduga melakukan praktik curang.

Ke empat produsen beras premium itu antara lain Wilmar Group dengan produk Sania, Sovia, Fortune, Siip.

Kemudian Food Station Tjipinang Jaya dengan produk Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food station, Ramos Premium, Setra Pulen, Setra Ramos.

Lalu Belitang Panen Raya (BPR) dengan merk Raja Platinum, Raja Ultima dan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) dengan produk Ayana.

Anggota Komisi B DPRD Sulsel, Heriwawann, mengatakan jika isu ini menyentuh langsung kepentingan masyarakat banyak dan harus ditangani dengan transparan dan tegas.

“Kami di Komisi B DPRD Sulsel mencermati perkembangan terbaru terkait pemeriksaan terhadap empat perusahaan besar produsen dan distributor beras, termasuk yang produknya beredar di wilayah Sulsel. Dugaan pelanggaran mutu dan takaran dalam produk beras jelas merupakan persoalan serius yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” katanya, Rabu (16/7/2025).

Ia mendukungan penuh terhadap langkah tegas aparat kepolisian dan Satgas Pangan. 

Pentingnya memastikan seluruh produk beras memenuhi standar mutu dan takaran sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.

“Pemeriksaan ini penting untuk memastikan bahwa seluruh produk pangan, khususnya beras sebagai komoditas strategis, memenuhi standar mutu dan takaran sebagaimana diatur dalam regulasi,” ungkapnya.

Komisi B, kata Heriwawan, juga akan segera melakukan koordinasi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Perdagangan Sulsel untuk memperketat pengawasan terhadap distribusi beras di pasar-pasar lokal. 

Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Sulsel itu mengungkapkan, sebagian besar sampel yang diperiksa berasal dari Sulsel, sehingga ada kekhawatiran bahwa konsumen daerah menjadi korban dari beras yang tidak sesuai standar.

“Kami juga akan berkoordinasi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Perdagangan Provinsi untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap distribusi beras di pasar-pasar lokal," ujarnya.

"Apalagi sebagian besar sampel yang diperiksa berasal dari Sulawesi Selatan. Ini menyiratkan bahwa konsumen kita di daerah berpotensi menjadi korban ketidaksesuaian standar produk,” tambah dia.

Untuk memperkuat pengawasan dan evaluasi, kata Heriwawan, Komisi B DPRD Sulsel akan menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan instansi terkait dan pelaku usaha beras di daerah.

“Masyarakat berhak mendapatkan produk beras yang layak konsumsi, terukur secara adil, dan terjangkau harganya. Kita tidak boleh membiarkan masyarakat dikelabui oleh praktik-praktik yang merugikan dan melawan hukum. DPRD akan berdiri di garda terdepan untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam distribusi pangan,” jelasnya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved