Headline Tribun Timur
Tak Mesti Dipanggil Haji
Haji tak lagi identik dengan usia senja. Di Sulsel, anak muda mulai menapaki jejak Nabi ke Tanah Suci sejak usia 20-an tahun.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dua pemuda Sulawesi Selatan, Fiko Adyaksa dan Sultan Airlangga di bawah langit Mekkah yang menyala oleh semangat jutaan umat Islam.
Mereka berdiri melafalkan talbiyah penuh haru: Labbaik Allahumma Labbaik.
Di usia 22 dan 24 tahun, mereka menjalani perjalanan spiritual yang belum tentu bisa dialami oleh banyak orang seumur hidupnya.
Bagi Fiko dan Sultan, berhaji bukan hanya sekadar ritual keagamaan.
Ini adalah puncak dari mimpi yang telah lama dirajut oleh keluarga mereka.
Mimpi yang dimulai lebih dari satu dekade lalu.
Pada 2012, saat Fiko masih duduk di bangku sekolah dasar, orang tua mereka mendaftarkan keduanya ke dalam antrean panjang calon jemaah haji.
Hari itu, menjadi awal dari perjalanan panjang menuju Tanah Suci.
Bersama sang ibu, mereka akhirnya diberangkatkan pada 2025, tergabung dalam Kloter 16 Embarkasi Kota Makassar, bersama jemaah dari Kabupaten Pangkep.
Lebih dari sebulan mereka jalani rangkaian ibadah haji, dari thawaf hingga melempar jumrah, dari berdiri di padang Arafah hingga menapaki jejak Nabi.
Kepulangan mereka pada Senin, 23 Juni 2025, disambut hangat di Rumah Jabatan Bupati Luwu, Kecamatan Belopa Utara.
Sejak subuh, keluarga dan kerabat telah menunggu. Fiko dan Sultan turun dari bus mengenakan gamis putih dan sorban, hasil belanja mereka di Arab Saudi.
“Tadi baru ganti pakaian di Siwa, Wajo,” ujar Sultan sambil tersenyum.
Fiko bukan tipikal remaja yang tenggelam dalam hingar-bingar pergaulan.
Ia tumbuh dalam lingkungan yang sederhana namun sarat nilai.
Baca juga: Haji Muda Jadi Gaya Hidup Baru di Sulsel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.