Lipsus Kekerasan Seksual
Pelecehan Seksual Hantui Mahasiswa Makassar, Dosen Unhas dan UNM Jadi Tersangka
Polda Sulsel yang menangani langsung kasus pelecehan seksual di UNM dan Unhas juga menegaskan akan segera menahan pelaku.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dugaan pelecehan seksual di sejumlah kampus di Makassar, Sulawesi Selatan, terus menuai sorotan.
Di dua kampus ternama yakni Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Universitas Negeri Makassar (UNM), pelakunya merupakan dosen.
Kabar terbaru kasus dimana mahasiswa sebagai korbannya ini sudah menetapkan dua tersangka.
Polda Sulsel yang menangani langsung kasus pelecehan seksual di UNM dan Unhas juga menegaskan akan segera menahan pelaku.

Kasus UNM
Oknum dosen Universitas Negeri Makassar (UNM), inisial KH, bakal menjalani pemeriksaan lanjutan setelah ditetapkan tersangka pelecehan atau kekerasan seksual terhadap mahasiswa.
Unit 5 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan terhadap KH sebagai tersangka.
"Jadi setelah gelar kemarin itu, kami sudah membuatkan mindik surat pemanggilannya sebagai tersangka untuk datang hari Senin 30 Juni," kata Kanit 5 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, AKP Alexander To'longan dikonfirmasi, Senin (23/6/2025).
Setelah memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka, lanjut Alexander, berkas perkara tersangka akan segera dilimpahkan ke kejaksaan.
"Jadi setelah pemeriksaan sebagai tersangka, kami akan susun berkas untuk pelimpahan ke kejaksaan," ujarnya.
Terkait penahanan KH, lanjut Alexander, akan ditentukan setelah pemeriksaan sebagai tersangka.
"Setelah pemeriksaan sebagai tersangka kita lihat, kalau memang harus ditahan, nanti kita lihat bagaimana keputusan pimpinan," jelasnya.
Secara penerapan pasal kata Alexander To'longan, KH memenuhi syarat untuk ditahan sebagai tersangka.
Pasalnya, ancaman hukuman dalam pasal yang diterapkan kata dia, di atas lima tahun penjara.
"Memenuhi syarat, karena pasal 6 huruf a dan c UU TPKS yang diterapkan. 6 a itu ancamannya empat tahun, kemudian 6 c itu maksimal 12 tahun," bebernya.
Ditetapkan tersangka
Oknum dosen Universitas Negeri Makassar (UNM), KH resmi ditetapkan tersangka kekerasan seksual sesama jenis.
Ia ditetapkan tersangka setelah Unit 5 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel melakukan gelar perkara internal.
"Iya (sudah ditetapkan tersangka)," kata Kasubnit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, Kompol Zaki Sungkar dikonfirmasi tribun, Senin (23/6/2025)
KH yang merupakan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) UNM, diketahui dilaporkan oleh mahasiswanya pada Januari 2025 lalu.
"(Kita terapkan) Pasal 6 a dan c UU TPKS," ujar Zaki.
Dilansir dari website kemenpppa.co.id, Pasal 6 huruf a dan c UUTPKS (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) mengatur tentang jenis-jenis kekerasan seksual, khususnya yang berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dan kerentanan.
Pasal 6 huruf a dan c merinci sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual yang memanfaatkan posisi, wewenang, atau kepercayaan, serta yang mengeksploitasi kerentanan, ketidaksetaraan, atau ketergantungan korban.
Ancaman hukuman untuk keduanya berbeda, dengan huruf a paling lama 4 tahun penjara dan denda paling banyak Rp50 juta, dan huruf c paling lama 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp300 juta.
Reaksi Rektor UNM
Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Karta Jayadi, merespon rencanana Polda Sulsel yang bakal mengumumkan status tersangka dalam kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswa.
Sang mahasiswa berinisial AD melaporkan oknum dosen pria berinisial KH atas dugaan pelecehan seksual atau kekerasan seksual di Polda Sulsel, pada Januari 2025 lalu.
Menurut Prof Karta, jika apa yang dituduhkan terhadap oknum dosen inisial KH terbukti, maka pihaknya akan mengambil langkah tegas.
Bahkan, kata dia, sanksi pemecatan bukan hal mustahil untuk diterapkan terhadap terduga pelaku jika terbukti
"UNM akan memberikan sanksi berat bahkan pemecatan jika terbukti secara hukum," tegas Prof Karta Jayadi dikonfirmasi tribun, Selasa (17/6/2025).
Untuk mencegah kejadian serupa terjadi di lingkungan kampus yang dipimpinnya, Prof Karta Jayadi mengaku telah membentuk satuan tugas.
Satgas tersebut kata dia, akan bekerja sesuai dengan aturan yang telah diterapkan.
"Keberadaan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) adalah bagian dari organ UNM. PPKS ini bekerja sesuai aturan," jelasnya.
Kuasa hukum AD, dari LBH Makassar Ambara Dewita Purnama, mengatakan kasus itu dilaporkan ke Subdit Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Sulsel, pada Januari 2025 lalu.
Peningkatan penanganan kasus dari penyelidikan ke penyidikan itu, kata Ambara, seiring dengan diperiksanya sejumlah saksi dan juga barang bukti oleh penyidik.
"Perkembangan dari penanganan kasus kekerasan seksual ini setelah dilaporkan pada Januari 2024 lalu telah memasuki tahapan penyidikan dan tentu saja korban dan beberapa saksi," kata Ambara Dewita Purnama, kepada tribun, Senin (16/6/2025)
"Termasuk terduga pelaku sudah dimintai beberapa keterangan tambahan tahap penyidikannya," sambungnya.
Selain itu lanjut Dewita, korban telah menyerahkan beberapa barang bukti terhadap laporan kekerasan seksual yang dialaminya.
"Mengenai penetapan tersangka, penyidik mengonfirmasikan bahwa setelah penyerahan barang bukti, penyidik akan melakukan gelar perkara berkaitan dengan pembahasan penetapan tersangka," ujarnya.
Sementara itu, kondisi korban saat ini masih aktif dalam melakukan perkuliahan.
Namun kata dia, kekerasan seksual yang dialami akan mengakibatkan trauma sendiri bagi dirinya.
"Apalagi, informasi yang kami ketahui, korban masih dalam lingkungan yang memungkinkan masih tetap berinteraksi dengan terduga pelaku," ucap Dewita.
"Tentu saja itu menimbulkan ketakutan ketakutan lagi bagi korban," sambungnya.
Untuk hambatan dan tantangan selama proses hukum berlangsung lanjut Dewita, terduga pelaku sempat bermohon untuk bertemu dengan korban.
"Entah apakah tujuannya untuk membahas perdamaian dengan korban," terang Dewita.
"Tapi secara tegas bagaimana yang diatur dalam undang undang pasal 23 Undang-Undang TPKS yang melarang bahwa adanya upaya menyelesaikan untuk tindak kekerasan seksual itu sendiri di luar pengadilan," sambungnya.
Adapun upaya yang dilakukan untuk keadilan dan perlindungan bagi korban selama proses hukum, ditegaskan Dewita, berlangsung adalah LBH Makassar telah berkoordinasi dengan LPSK.
"Sampai hari ini kami masih menunggu kabar selanjutnya apakah korban disetujui untuk didampingi ataukah ada rekomendasi yang diberikan kepada LPSK,"
Dewita pun optimis pelaku dalam kasus itu, akan diproses hukum hingga tuntas.
"Tentu saja dalam tindak pidana kekerasan seksual yang saat ini ditangani, kami melihat ada harapan bahwa terduga pelaku akan segera ditetapkan tersangka," ucap Dewita.
"Namun tentu saja kita kembali kepada hasil gelar perkara oleh penyidik Polda Sulawesi Selatan dan tentu saja kita menunggu kabar baik mengenai penetapan tersangka terhadap terduga pelaku," tuturnya.
Penjelasan Kanit 5 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, AKP Alexander To'longan
Kepala Unit 5 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, AKP Alexander To'longan mengatakan, penanganan kasus tersebut akan segera memasuki babak baru.
Yaitu ke tingkat penyidikan atau penetapan tersangka.
"Jadi penanganannya itu sejauh ini tahap lidik sudah kami lewati dan hasil gelar perkara naik sidik itu kami sudah membuat administrasi penyidikan," kata AKP Alexander To'longan saat ditemui di kantornya, Senin (16/4/2025).
Surat perintah tugas untuk melakukan pemanggilan ulang kepada para saksi pelapor dan saksi-saksi lainnya, lanjut Alex juga telah dikantongi.
"Kami sudah memeriksa dari ahli, dari pihak rumah sakit untuk mengambil hasil visum et repertum untuk membuktikan alat bukti yang lainnya, selain ada saksi ada alat bukti yang lain berupa Visum et Repertum (VeR)," ujarnya.
Selain itu, kata Alex, sang oknum dosen berinisial KH, juga telah dimintai keterangan sebagai terlapor dan juga saksi.
"Kemudian kami sudah melakukan periksaan terhadap terlapor juga dan kami akan tingkatkan statusnya sebagai tersangka," jelas Alex.
Kasus itu, kata dia telah dilakukan gelar perkara awal untuk penentuan status awal dari penyelidikan ke penyidikan.
"Dan kemarin kami sudah melakukan gelar awal di hadapan Pak Direktur untuk meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka," ucapnya.
Setelah gelar awal itu, kata Alex, penyidik masih harus melakukan gelar internal untuk penetapan tersangka.
Setelah gelar perkara internal yang dijadwalkan pekan ini, maka tersangka dalam kasus itu akan segera diumumkan.
"Jadi tinggal kami menunggu kapan gelar internal ini akan dilakukan," ucap Alex.
"Jadi setelah kami lakukan gelar internal menetapkan tersangka maka kami akan memanggil terlapor ini Pak KH untuk diperiksa sebagai tersangka," lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, Seorang oknum dosen Universitas Negeri Makassar (UNM), dikabarkan melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswanya.
Hal itu diungkapkan Presiden BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) UNM, Fikran Prawira di sela unjuk rasa 'Indonesia Gelap', Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (19/2/2025) sore.
"Ya, kalau isu mengenai kekerasan seksual itu benar ada hanya terjadi di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum dan dilakukan oleh salah satu oknum dosen terhadap mahasiswanya," ucap Fikran Prawira.
Pelecehan mahasiswa semester enam inisial A itu, lanjut dia, dilakukan oknum dosen berinisial K.
"Intinya dia dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum," ujarnya.
Sejauh ini, baru satu mahasiswa yang menjadi korban berani angkat bicara.
Namun, lanjut Fikran, tidak menutup kemungkinan adanya korban-korban lain dalam kasus susila tersebut.
"Sampai saat ini baru satu korban yang berani mau lapor, berani speak up. Tapi kami juga masih mencari kemungkinan adanya korban-korban yang lain," bebernya.
Mirisnya lagi, pelecehan itu dilakukan oknum dosen berjenis kelamin laki-laki terhadap mahasiswa. Dan terjadi sejak tahun lalu.
"Korbannya laki-laki dan pelakunya juga laki-laki. Jadi info yang didapatkan mulai dari bulan Mei tahun lalu," ungkap Fikiran.
"Yang disampaikan kepada kami Ada tiga kali aksi pelecehannya Ada 3 kali berlangsung di rumah terduga pelaku," sambungnya.
Kasus Unhas
Oknum dosen Universitas Hasanuddin (Unhas) berinisial FS kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Subdit Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Sulsel.
Penetapan tersangka tersebut dibenarkan oleh Kanit IV Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, AKP Ramdan Kusuma, saat dikonfirmasi, Selasa (24/6/2026).
“Iya sudah (tersangka), tapi (surat penetapan tersangka) belum ditandatangani pimpinan,” ujar AKP Ramdan Kusuma.
“Jadi, kita sudah buatkan suratnya untuk penetapan tersangka, namun masih dibikinkan suratnya, belum keluar,” lanjutnya.
Setelah surat penetapan ditandatangani, kata Ramdan, surat tersebut akan dikirim ke terduga pelaku FS.
“Nanti setelah itu, dikirim pemberitahuan ke kejaksaan maupun tersangka itu sendiri. Surat pemberitahuan. Harus disampaikan kepada yang bersangkutan,” jelasnya.
Penetapan tersangka itu juga dibenarkan Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, Kompol Zaki Sungkar.
Zaki mengatakan, penetapan FS bersamaan dengan penetapan tersangka terhadap oknum dosen UNM berinisial KH, yang juga dilaporkan mahasiswanya atas dugaan kekerasan seksual.
“Iya sama (FS sudah tersangka juga),” singkatnya.
Sementara itu, Kepala UPT PPA Kota Makassar, Makmur, mengatakan salah satu kendala pelecehan seksual di dunia kampus jarang terungkap lantaran korbannya dari kalangan mahasiswa enggan melapor.
Mereka yang menjadi korban kata dia, kebanyakan malu mengungkapkan dirinya telah menjadi korban.
"Kebanyakan kalau pun datang melapor ke PPA kita, hanya meminta konseling," kata Makmur.
Padahal kata dia, PPA Makassar telah menyiapkan berbagai bentuk layanan untuk para korban.
Mulai dari layanan, pendampingan pelaporan hukum, pendampingan visum, hingga pendampingan psikologi ataupun Konseling.
"Kita siap untuk dampingi semua, jika korbannya mau melapor. Baik mulai untuk melapor di APH, visum, konseling ataupun psikologi," jelasnya.
Pada tahun ini, kata Makmur, baru satu kasus pelecehan dialami mahasiswa yang diterima PPA Makassar, (Januari-Juni).
"Sejauh ini baru satu laporan kita terima dan dampingi. Tahun lalu, ada puluhan yang kita tangani," tuturnya.
Makmur juga mendorong, agar satgas TPKS yang telah terbentuk di masing-masing kampus lebih proaktif.
Utamanya kata Makmur, dalam melakukan upaya pencegahan dan pendampingan terhadap korban yang mau mengadukan kejadian yang dialami.
"Jadi kebanyakan masing-masing kampus itu sudah ada Satgas TPKS-nya, kita tentu berharap agar satgas ini lebih aktif lagi, utamanya dalam hal pencegahan," imbuhnya.
Perjalanan Kasus
Kasus dugaan pelecehan oleh oknum dosen Universitas Hasanuddin (Unhas) berinisial FS terhadap mahasiswanya ramai pada November 2024 lalu.
Kasus dilaporkan mahasiswi (Mawar) nama samaran kini memasuki tahap penyidikan.
Tinggal menunggu hasil gelar perkara internal, Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel akan segera mengumumkan tersangka.
“Perkembangannya sudah tinggal penetapan TSK, penetapan tersangka,” kata Kanit IV Subdit Renakta, AKP Ramdan Kusuma saat ditemui di kantornya, Senin (16/5/2025).
Sejauh ini, lanjut Ramdan, sudah ada enam orang saksi yang dimintai keterangan.
“Sudah saksi yang diperiksa, sudah ada enam saksi. Baik dari korban, keluarga, maupun pihak kampus, sudah diperiksa semua,” ujar Ramdan.
“Terlapor juga sudah diperiksa, tinggal gelar untuk alih status dari saksi menjadi tersangka,” lanjutnya.
Penyidik juga telah mengantongi bukti hasil pemeriksaan psikologi terhadap korban.
“Dari hasil psikologi, dari rumah sakit Bhayangkara maupun dari klinik swasta sudah ada,” ungkapnya.
Penetapan tersangka, kata dia, tinggal menunggu gelar internal.
“Tinggal menunggu gelar internal dulu di atas karena kita pakai jadwal. Mudah-mudahan secepatnya,” jelas Ramdan.
Jika dalam gelar internal, terlapor FS memenuhi unsur dugaan pelecehan, maka ia akan resmi ditetapkan sebagai tersangka.
“Inisial terlapor FS. Sekarang masih terlapor, nanti dialihkan status dari saksi menjadi tersangka,” bebernya.
Adapun pasal yang diterapkan dalam kasus tersebut yaitu Pasal 6 huruf C dan Pasal 6 huruf A Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“(Ancaman hukuman) paling ringan 4 tahun, paling berat 12 tahun,” sebut Ramdan.
Bukan Kasus Pertama
Dugaan pelecehan yang dilakukan dosen terhadap mahasiswi di Unhas bukan kali pertama terjadi.
Sebelumnya, empat mahasiswi semester akhir Unhas mengaku menjadi korban pelecehan seksual saat bimbingan skripsi.
Mereka melaporkan oknum kepala departemen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) sebagai pelaku.
Pelecehan tersebut diduga dilakukan di ruang kerja kepala departemen, dan para korban telah melapor ke Satgas PPKS Unhas pada 10 Juni 2024.
Menurut keterangan para korban, pelaku telah bertindak tak pantas sejak 2023, seperti memegang tangan, mengelus pipi, dan leher korban tanpa persetujuan.
Dekan FISIP Unhas, Prof Sukri Tamma, membenarkan adanya laporan tersebut.
Ia mengatakan, kasus itu ditangani Satgas yang dipimpin Wakil Rektor III, Prof Farida Patittingi.
“Permasalahan ini sudah ditangani Satgas. Di Unhas ada Satgas, dipimpin oleh ibu WR III Prof Farida,” kata Prof Sukri.
“Itu sudah ditangani sejak beberapa waktu lalu. Ini infonya baru sekarang memang,” tambahnya.
Ia menjelaskan, penanganan kasus tersebut terikat pada kode etik kampus yang bertujuan menjaga kerahasiaan identitas pelapor dan terlapor sebelum keputusan akhir.
“Kita menjaga kedua belah pihak. Itu kenapa sampai saat ini ditangani berdasarkan kode etik,” jelasnya.
Menurut Prof Sukri, pihaknya masih menunggu hasil rekomendasi dari Satgas.
“Sebenarnya posisi kita saat ini menunggu rekomendasi hasil konfirmasi klarifikasi Satgas,” ungkapnya.
Untuk mencegah kasus serupa, pihak kampus telah melakukan sejumlah upaya pencegahan.
Kampus Negeri Rawan Pelecehan Seksual
Kasus kekerasan seksual di dalam kampus masih marak terjadi.
Ironisnya, pelakunya dominan adalah oknum dosen yang sejatinya menjadi panutan para mahasiswa.
Berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, sejak 2023 hingga tahun 2024, beberapa laporan masuk ke LBH Makassar untuk ditindaklanjuti.
Staf Perempuan, Anak, dan Disabilitas LBH Makassar, Nunuk Parwati Songki mengatakan, laporan mengenai kekerasan seksual di kampus tersebut telah menjadi perhatian LBH Makassar.
Baru-baru ini, LBH mendapat empat laporan kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswi di salah satu kampus negeri di Makassar.
Kasus-kasus itu diduga melibatkan pelaku dari kalangan civitas akademika, terutama dosen.
Dari empat kasus itu, satu di antaranya telah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa.
Pelaku kasus ini adalah seorang dosen.
"Tipologi pelaku adalah civitas akademika kampus. Salah satu kasus yang sedang berjalan saat ini melibatkan seorang dosen," kata Nunuk kepada wartawan, Selasa (8/10).
Nunuk mengatakan, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, LBH Makassar menerima empat permohonan bantuan hukum terkait kekerasan berbasis gender di kampus negeri tersebut.
Permohonan pertama diajukan pada awal tahun 2024 dengan nomor 0018/DK/LBH Makassar 01/2024, diikuti oleh permohonan kedua 0097/DK/LBH Makassar 06/2024, permohonan ketiga 0081/DK/LBH Makassar 06/2024, dan permohonan terakhir 0036/DK/LBH Makassar 2023.
Temuan ini menunjukkan adanya permasalahan sistemik dalam birokrasi kampus.
Berdasarkan penelusuran Tribun, sejumlah kasus pelecehan seksual di dalam kampus, menjadikan mahaiswi dan mahasiswa sebagai korban.
Tak hanya di kampus negeri yang heterogen, kampus dengan jargon agama juga tak luput dari kasus pelecehan seksual.
Tahun 2023 lalu, di Kampus UIN Alauddin Makassar, ada 10 mahasiswa yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang notabene adalah laki-laki.
Sebagian mahasiswa mengatakan bahwa pelaku adalah staf di salah satu fakultas.
Namun pihak kampus membantah dengan mengatakan pelaku adalah alumni UIN Alauddin Makassar.
Modusnya adalah, pelaku menawarkan bantuan untuk membuat kelengkapan tugas skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir.
Hingga saat ini, kasus tersebut seperti menguap.
Pelaku tak tersentuh hukum.
Juni 2024 lalu, di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas), empat mahasiswi mengaku menjadi korban pelecehan seksual dari seorang oknum dosen.
Dosen tersebut juga menjabat sebagai kepala departemen.
Kasus tersebut telah ditangani oleh PPKS Unhas. Hasilnya, setelah dilakukan chroscheck, pelaku mengakui sebagian tuduhan yang diarahkan kepadanya, sebagian lagi dibantah.
Meski demikian, pihak kampus bertindak cepat dengan menonaktifkan pelaku dari aktivitas bimbingan akademik.
Regulasi Pencegahan
Ninuk mengatakan, kampus tidak hanya membatasi kebebasan berekspresi, tetapi juga gagal menyediakan ruang aman bagi civitas akademika.
Padahal, beberapa regulasi terkait pencegahan kekerasan seksual sudah ada.
Seperti, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan pada tahun 2022, diikuti oleh Permen PPKS Nomor 30 Tahun 2021 yang secara spesifik mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Selain itu, ada juga aturan dari Kementerian Agama yang terbit pada tahun 2019, yang seharusnya memperkuat upaya pencegahan di kampus.
Namun, implementasi aturan tersebut masih sangat minim.
Menurutnya, hingga saat ini, kampus terkesan lepas tangan dan tidak memberikan sanksi tegas kepada para pelaku kekerasan seksual.
"Pelaku sampai hari ini belum mendapatkan hukuman yang sesuai dari pihak kampus," bebernya.
Lebih lanjut Nunuk menjelaskan, Satuan Tugas (Satgas) PPKS yang seharusnya berperan aktif dalam menangani kasus-kasus ini juga dianggap tidak maksimal.
"Sudah ada Satgas PPKS di (kampus tersebut) tetapi pertanyaannya adalah, mengapa kasus-kasus kekerasan seksual di kampus tersebut tidak pernah diselesaikan oleh Satgas? Bahkan kasusnya sampai dilaporkan ke LBH Makassar," ucapnya.
Dia juga menyoroti pentingnya mengevaluasi kinerja Satgas PPKS yang telah terbentuk.
Pasalnya, dari empat kasus yang diterima LBH Makassar, satu kasus berakhir dengan perdamaian, di mana Satgas PPKS disebut turut terlibat.
Sementara itu, Komite Anti Kekerasan Seksual Unhas, Santi, menyatakan bahwa Unhas sudah mengimplementasikan Permendikbud Nomor 30 dan kampanye anti kekerasan seksual.
"Artinya kita sudah siap menangani segala kasus kekerasan seksual di kampus, bahkan jika pelakunya dari pihak dosen," kata dia.
"Terlebih, status terduga pelaku ini memiliki kekuasaan, sudah jelas ada relasi kuasa yang mendominasi kalau Unhas tidak siap memandang kasusnya dengan objektif," katanya.
Korban Trauma Berat
Kasus pelecehan seksual di dalam kampus berdampak sangat serius pada korbannya.
Seperti kasus pelecehan yang terjadi di Kampus Unhas beberapa waktu lalu, Ketua Satgas PPKS Unhas, Prof Farida Patittingi S H Mhum mengatakan, salah satu korban sampai mengalami trauma yang sangat mendalam.
Bentuk traumanya adalah, korban tidak mau lagi melakukan bimbingan akademik, meski dosen pembimbingnya telah diganti.
Mahasiswa kita ini ada pula yang trauma, yang akhirnya tidak mau bimbingan lagi. Dari bulan Oktober 2023 sampai saat ini tidak lagi mau datang, karena takut duluan, nanti dipegang lagi katanya,
“Mahasiswa kita ini ada pula yang trauma, yang akhirnya tidak mau bimbingan lagi.
Ia takut ke kampus karena khawatir dipegang-pegang lagi,” kata Farida beberapa waktu lalu.
Sementra itu, psikolog Universitas Hasanuddin, Istiana Tajuddin seperti dikutip dari Unhas TV mengatakan, pelecehan seksual terjadi di masyarakat terjadi karena ketidaktahuan mereka atau rendahnya daya kritis masyarakat yang membuat mereka menganggap tindakan tersebut sebagai sesuatu yang normal.
Selain itu, akses terhadap informasi berbau pornografi dan budaya yang hidup di masyarakat juga menjadi faktor penyebab tindakan pelecehan seksual terjadi.
Menurut Istiana, selain korban, pelaku juga seharusnya mendapat konseling.
Tujuannya agar pelaku memahami apa sebenarnya dinamika yang terjadi sehingga mendorong mereka untuk melakukan perilaku kekerasan seksual.
“Harusnya, pelaku juga diberi konseling. Agar mereka mengerti apa yang telah mereka kerjakan dan apa dampaknya setelah melakukan pelecehan itu,” kata Istiana.(*)
Polda Sulsel Tangkap KH Oknum Dosen UNM Tersangka Kekerasan Seksual, Resmi Ditahan |
![]() |
---|
Dosen UNM Ditetapkan Tersangka Pelecehan Seksual, Korban Harap Polda Sulsel Tidak 'Masuk Angin' |
![]() |
---|
UNM Bakal Usulkan Pemberhentian Jika Status Dosen Tersangka Lecehkan Mahasiswa Jadi Terdakwa |
![]() |
---|
'Sudah Tersangka, UNM Bebas Tugaskan' Sikap Tegas Prof Karta Terhadap Dosen KH |
![]() |
---|
Dosen Unhas Resmi Tersangka Kasus Kekerasan Seksual, Polisi Segera Surati Kejaksaan dan Terlapor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.