Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sosok Dede Arwinsyah, Ketua Bawaslu Makassar Promosi Doktor Berkat Bimbingan Mantan Wakil Ketua MK

Dede Arwinsyah, resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum Unhas setelah mengikuti sidang pomosi, Rabu (18/6/2025) siang. 

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM
PROMOSI DOKTOR - Kolase Prof Aswanto dan Dede Arwinsyah dalam sidang promosi doktor di Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas), Jl Perintis Kemerdekaan, Makassar, Rabu (18/6/2025) siang.   

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Makassar, Dede Arwinsyah, resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum.

Gelar tersebut resmi disandang Dede Arwinsyah setelah sukses menjalani sidang promosi doktor di Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas), Jl Perintis Kemerdekaan, Makassar, Rabu (18/6/2025) siang. 

Dalam sidang terbuka yang digelar di Aula FH Unhas, Dede memaparkan disertasinya yang berjudul "Hakikat Pemidanaan terhadap Pembatasan Hak Politik Calon Kepala Daerah Mantan Narapidana'. 

Disertasi tersebut membedah secara kritis ambiguitas norma hukum pemilu yang membatasi hak politik mantan narapidana untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Sidang ini terasa istimewa karena Dede dibimbing langsung oleh guru besar FH Unhas, Prof Dr Aswanto.

Terlebih mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu bertindak sebagai promotor utama. 

Baca juga: Dede Arwinsyah Terpilih Ketua Bawaslu Makassar Periode 2023-2028

Turut menjadi ko-promotor dua guru besar FH Unhas, yakni Prof Dr Achmad Ruslan dan Prof Dr Amir Ilyas. 

Sidang juga menghadirkan penguji eksternal, anggota Bawaslu RI Dr Puadi, serta penguji internal seperti Prof Dr M Syukri Akub.

Selanjutnya, Prof Dr Andi Pangerang Moenta, Prof Marwati Riza, dan Dr Romi Librayanto.

Dalam paparannya, Dede menegaskan, pembatasan hak politik mantan narapidana tanpa melalui mekanisme peradilan yang adil dan proporsional justru berpotensi melanggar prinsip keadilan dan hak asasi manusia.

"Pembatasan hak politik terhadap mantan narapidana dalam konteks pencalonan kepala daerah, merupakan hak politik yang tergolong hak asasi manusia yang dapat dibatasi (derogable rights)," tegas Dede. 

Bahwa setelah seseorang menjalani pemidanaan, calon kepala daerah yang pernah jalani pidana sejatinya telah menyelesaikan hukuman negara. 

Tetapi ketika hak politiknya masih dibatasi, itu sama saja menambah sanksi secara diam-diam. 

Bagi Dede, ini bukan hanya soal hukum, tapi menyangkut martabat manusia dan prinsip rehabilitasi sosial.

Namun pembatasan tersebut semestinya dilakukan secara proporsional dan melalui mekanisme peradilan yang transparan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved