Opini Muammar Bakry
Bersandal dalam Masjidil Haram, Fikih vs Akhlak dan Cerminan Beragama Sesuai Selera
malah orang Indonesia sendiri yang menganggap itu tabuh dilakukan di kampungnya ternyata juga sudah bersandal di Masjidil Haram
Oleh: Muammar Bakry
Rektor Universitas Islam Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Mungkin kalau di Indonesia jika ada orang yang masuk ke dalam masjid bersandal pasti akan dilaknat oleh citizen khususnya jamaah masjid yang melihat pemandangan itu terjadi di masjidnya.
Bagaimana tidak, masjid yang berarti tempat sujud sejatinya adalah tempat yang dimuliakan dan dianggap tempat yang paling bersih di muka bumi.
Karena itu, orang yang masuk ke dalam masjid dipastikan tidak membawa najis dalam berbagai bentuknya baik najis kecil, sedang dan berat.
Bukan hanya terbebas dari najis, orang yang masuk masjid yang akan melaksanakan salat juga dipastikan terbebas dari hadas kecil dan hadas besar. Penjelasan hadas dan najis dalam berbagai bentuknya mungkin tidak di ruang ini.
Membuka atau melepas sandal memang perintah Allah kepada Nabi Musa as ketika berada di suatu lembah suci bernama Thuwa. Tidak memakai sandal dalam beribadah terutama ketika berada dalam masjid adalah syariat Nabi Muhammad saw kecuali dalam keadaan tertentu memakai khuf (sejenis sepatu perang).
Kenapa demikian? Karena sandal dan sepatu adalah alas kaki yang sudah tentu kerap bersentuhan dengan kotoran dan najis.
Jika digunakan di tempat yang tidak steril dari kotoran dan najis, apalagi telah dipakai di toilet yang menjadi tempat buang hajat dan kotoran lalu dipakai di dalam masjid pasti akan mengotori juga tempat yang bukan hanya bersih tapi juga suci.
Guru saya di pondok pernah berkata, setitik kotoran dan najis yang kita tinggalkan di masjid akan menjadi dosa selama itu masih ada. Apalagi kalau kita menjadi penyebab orang lain terganggu.
Sandal dan sepatu selain alas kaki yang sering bersentuhan dengan kotoran, juga menjadi prestise seseorang dengan berbagai merek yang ada.
Artinya status sosial seseorang bisa terlihat dari harga sandal dan sepatu yang dipakai. Karena masjid bukan tempat status sosial, maka ketika masuk masjid hendaknya ditanggalkan di luar.
Hanya saja di Indonesia, nyaris sepatu dan sandal yang mahal jadi incaran maling yang kadang juga ikut berjamaah, tapi niat mereka membuang yang lama dan mengganti dengan yang baru ketika keluar masjid.
Namun pemandangan di Masjid Haram di Makkah sangatlah berebeda. Sekalipun tersedia tempat sandal, dulu ada plastik yang disediakan ketika akan masuk, atau jamaah sendiri yang membawa kantongan, tapi ada saja dan jumlahnya sudah sangat banyak yang bersandal saat thawaf, bersandal saat sai, padahal lanta-lantai itu tempat merapatkan wajah saat sujud.
Tempat itu harus dipastikan bersih agar salat kita diterima, memang betul hanya hitungan jam selalu ada tim pembersih lengkap dengan alat mesin canggih yang selalu membersihkan.
Boleh jadi persepsi umat Islam sudah berubah tentang sandal dan masjid, atau mungkin petugas masjid yang sudah capek menegur yang malah askarnya sendiri menggunakan sepatu di dalam masjid.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.