Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sengketa Aceh Sumut

Bocoran Yusril Ihza Mahendra Soal Status 4 Pulau Sengketa Aceh-Sumut, Sikap Mendagri Terungkap

Kini pemerintah pusat sedang berupaya merumuskan penyelesaian terbaik permasalahan empat pulau di kawasan Aceh dan Sumatra Utara.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
SENGKETA LAHAN - Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra usai peluncuran buku dan bedah novel ‘Irian Barat di Hotel Dharmawangsa Jakarta, Kamis (6/2/2025). Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah pusat sedang berupaya merumuskan penyelesaian terbaik permasalahan empat pulau di kawasan Aceh dan Sumut. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sengketa lahan empat pulau antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) masih bergulir.

Presiden Prabowo Subianto pun belum mengambil tindakan soal status kepemilikan empat pulau.

Kini pemerintah pusat sedang berupaya merumuskan penyelesaian terbaik permasalahan empat pulau di kawasan Aceh dan Sumatera Utara.

Empat pulau diklaim Sumut adalah Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil dan Pulau Lipan.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, sampai saat ini pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, belum mengambil keputusan apapun.

Status empat pulau tersebut apakah masuk ke dalam wilayah Kabupaten Singkil, Aceh, atau masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah Sumut.

"Penentuan batas wilayah kabupaten dan kota di daerah adalah kewenangan Mendagri yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Mendagri. Sampai saat ini, Permendagri tersebut belum pernah ada. Karena itu, saya mengajak para politisi, akademisi, para ulama, aktivis dan tokoh-tokoh masyarakat agar menyikapi permasalahan ini dengan tenang dan penuh kesabaran agar permasalahannya dapat terselesaikan dengan baik" ujar Yusril melalui keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).

Yusril juga mengatakan, permasalahan batas wilayah darat, laut dan status pulau-pulau relatif banyak terjadi di era Reformasi seiring dengan terjadinya pemekaran daerah. 

Di masa lalu, undang-undang yang membentuk provinsi, kabupaten dan kota dirumuskan secara sederhana tanpa batas-batas yang jelas, apalagi menggunakan titik koordinat seperti yang digunakan sekarang.

Menghadapi ketidakjelasan itu, pemerintah pusat biasanya menyerahkan kepada daerah untuk bermusyawarah menentukan sendiri batas-batas itu. 

Tidak jarang juga pemerintah pusat memfasilitasi dan menjadi penengah dalam menyelesaikan masalah tapal batas daerah. Hasil kesepakatan itu dituangkan dalam Permendagri.

Hal yang sama juga dilakukan terhadap empat pulau yang jadi masalah antara Aceh dengan Sumut ini. 

Permasalahan ini sudah sejak lama diserahkan kepada daerah untuk diselesaikan. Karena belum terdapat titik temu, maka mereka menyerahkannya kepada pemerintah pusat untuk menyelesaikannya. 

Namun, sampai saat ini pemerintah pusat belum mengambil keputusan apapun terkait status keempat pulau itu.

"Pemerintah pusat sampai hari ini, seperti saya katakan tadi, belum mengambil keputusan final mengenai status empat pulau itu masuk ke wilayah Provinsi Aceh atau Sumatra Utara. Yang ada barulah pemberian kode pulau-pulau, yang memang tiap tahun dilakukan, dan pengkodean empat pulau yang terakhir memang didasarkan atas usulan Pemerintah Sumut.

Pemberian kode pulau-pulau itulah yang dituangkan dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Namun pemberian kode pulau melalui Kepmendagri belumlah berarti keputusan yang menentukan pulau-pulau itu masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, karena penentuan batas wilayah daerah harus dituangkan dalam bentuk Permendagrinya," jelas Yusril.

Karena batas wilayah antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumut dan batas antara Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, khususnya mengenai empat pulau belum selesai dan belum disepakati, maka ini menjadi tugas Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut untuk menyelesaikan dan menyepakatinya. 

Atas dasar kesepakatan itulah nantinya Mendagri akan menerbitkan Permendagri mengenai batas darat dan laut antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara.

"Memang secara geografis letak pulau-pulau tersebut lebih dekat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dibandingkan dengan Kabupaten Singkil. Tetapi faktor kedekatan geografis bukan satu-satunya ukuran untuk menentukan pulau tersebut masuk ke wilayah kabupaten yang paling dekat," ujar Yusril.

Yusril mencontohkan letak geografis Pulau Natuna, Pulau Miangas, dan Pulau Pasir.

Secara geografis pulau Natuna lebih dekat dengan Sabah, Malaysia daripada Kalimantan Barat atau Kepulauan Riau, tetapi sejak zaman kesultanan Melayu dan penjajahan Belanda, Natuna adalah wilayah Hindia Belanda, bukan wilayah British Malaya.

Sebaliknya Pulau Miangas lebih dekat ke wilayah selatan Pulau Mindanao dibanding daratan Sulawesi Utara. Pulau Miangas pernah menjadi sengketa antara Belanda dengan Spanyol dan kemudian dengan Amerika Serikat. 

Akhirnya Arbitrase Washington memutuskan Pulau Miangas masuk wilayah Hindia Belanda pada tahun 1906 dan kini otomatis bagian dari wilayah Indonesia.

"Orang Filipina masih banyak yang menyangka Pulau Miangas adalah bagian dari negara mereka," kata Yusril.

Sedangkan Pulau Pasir atau Asmor Reef di selatan NTT, secara geografis lebih dekat dengan Pulau Timor daripada Australia. 

Tetapi sejak tahun 1878, Pulau Pasir dimasukkan Inggris ke dalam wilayah Australia tanpa protes apapun dari pihak Belanda. Maka sampai sekarang Pulau Pasir masuk wilayah Australia, bukan Indonesia. 

Meskipun demikian, masih banyak orang di NTT menyangka Pulau Pasir masuk ke wilayah Indonesia.

Dari contoh-contoh itu, Yusril mengatakan status empat pulau itu masih terbuka untuk dimusyawarahkan apakah akan masuk wilayah Aceh atau Sumut, dengan memperhatikan aspek-aspek hukum, sejarah dan budaya, selain dari faktor geografis.

Menjawab pertanyaan wartawan apakah permasalahan empat pulau itu dapat dibawa ke pengadilan, Yusril mengatakan hal itu belum dapat dilakukan oleh pihak manapun.

"Penetapan batas wilayah dilakukan dengan Permendagri. Permendagri bukan objek sengketa tata usaha negara yang dapat dibawa ke Pengadilan TUN. Satu-satunya jalan adalah melakukan uji formil dan materil ke Mahkamah Agung. Tetapi hal itu juga belum dapat dilakukan karena Permendagrinya belum ada," kata Yusril.

Yusril mengatakan dirinya selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Mendagri Tito Karnavian karena masalah empat pulau itu, terkait dengan masalah hukum yang berada di bawah pengkoordinasiannya.

"Saya juga dalam waktu dekat akan bicara dengan Mualem [Gubernur Aceh Muzakkir Manaf] dan tokoh-tokoh Aceh lainnya serta Gubernur Sumut untuk membantu menyelesaikan masalah empat pulau ini" kata Yusril.

Dampak keputusan Tito Karnavian

Surat keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan empat pulau, Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipah, dan Panjang memicu konflik.

Tito Karnavian putuskan empat pulau Aceh masuk ke wilayah Sumatera Utara. 

Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas mengatakan, keputusan itu membuat rakyat Aceh tersinggung.

Pasalnya empat pulau itu, secara formal dan historis, masuk wilayah Singkil, Provinsi Aceh

"Sebagai bangsa kita betul-betul lelah menghadapi konflik bersenjata yang berlangsung puluhan tahun di Aceh antara pihak pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Banyak korban telah berjatuhan di kedua belah pihak," kata Anwar Abbas dalam keterangannya kepada Tribunnews, Senin (16/6/2025).

Lanjutnya tapi untunglah akhirnya bisa berdamai melalui Kesepakatan Helsinki ditandatangani pada 15 Agustus 2005.

Berdasarkan Kesepakatan itulah menyongsong era baru di aceh.  

"Di antara kesepakatan tersebut menyangkut beberapa masalah pertama pemberian otonomi khusus dan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah Aceh," kata Anwar Abbas.

Kedua, lanjutnya penyelenggaraan pemilihan umum di Aceh. Lalu ketiga, diberikannya amnesti dan reintegrasi anggota GAM ke dalam masyarakat. 

"Keempat, dilakukannya penarikan pasukan TNI/Polri dan pembentukan Satuan Tugas Pengamanan Aceh," imbuhnya.

Karena konsistennya dalam mematuhi kesepakatan yang ada, kata Anwar Abbas maka perdamaian di Aceh bisa terwujud dengan baik. 

"Tetapi setelah 20 tahun berlalu perdamaian yang ada kembali terusik oleh kehadiran surat keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau, yakni pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipah, dan Panjang, masuk ke wilayah Sumatera Utara," jelasnya.

Menurutnya keputusan itu telah membuat pemerintah dan rakyat Aceh tersinggung karena keempat pulau tersebut menurut mereka dan juga menurut Jusuf Kalla. Secara formal dan historis, masuk wilayah Singkil, Provinsi Aceh

"Untuk itu kita berharap kepada Presiden Prabowo agar masalah keempat pulau yang telah memantik terjadinya dinamika politik tersebut dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya," kata Anwar Abbas.

"Sebab kalau kita gagal menangani masalah ini maka tidak mustahil akan menimbulkan disintegrasi bangsa dan kita tentu saja tidak mau hal itu terjadi," tandasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Yusril: Pemerintah Belum Ambil Keputusan Final terkait Status 4 Pulau Aceh-Sumut

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved