Opini
Serangan ke Iran: Strategi Netanyahu Menutup Krisis Domestik
Deru puluhan jet tempur Israel memecah keheningan malam dan menghantam sejumlah titik strategis di ibu kota Iran.
Sejak akhir 2023, Netanyahu menghadapi tekanan besar dari oposisi, publik, dan bahkan sebagian partai pendukungnya sendiri.
Gelombang protes yang menuntut pengunduran dirinya terus berlangsung di Tel Aviv dan kota-kota besar lain, menyusul kegagalan penanganan konflik Palestina serta skandal korupsi yang kembali mencuat.
Dalam situasi seperti ini, menyerang Iran adalah manuver yang familiar: menciptakan musuh bersama, membangkitkan rasa takut, dan mempersatukan kembali opini publik yang tercerai-berai.
Apa yang dilakukan Netanyahu dapat dipahami dalam kerangka teori diversionary foreign policy, yakni strategi di mana seorang pemimpin menggunakan konflik eksternal untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan internal.
Sejumlah akademisi dalam dunia akademik telah menjelaskan bagaimana pemimpin dalam tekanan cenderung menggunakan kekuatan militer untuk menciptakan efek rally-around-the-flag’’”membangkitkan solidaritas rakyat melalui narasi ancaman dari luar.
Namun, serangan yang menewaskan ilmuwan dan warga sipil ini bukan hanya menciptakan krisis moral dan politik, tetapi juga preseden berbahaya bagi komunitas internasional. Dunia akademik harus menentang keras setiap upaya menjadikan ilmuwan sebagai sasaran kekerasan politik.
Pembunuhan terhadap ilmuwan, apa pun motifnya, adalah serangan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan masa depan umat manusia.
Lebih jauh lagi, tindakan militer sepihak seperti ini berpotensi menciptakan spiral pembalasan yang memperparah ketegangan regional.
Iran mungkin akan membalas, bukan hanya melalui jalur militer, tetapi juga dengan menggalang kekuatan diplomatik di tingkat global.
Jika eskalasi terus terjadi, kawasan Timur Tengah akan kembali terseret dalam siklus kekerasan yang panjang, yang pada akhirnya menghancurkan kehidupan jutaan warga sipil tak berdosa di kedua belah pihak.
Netanyahu mungkin berharap serangan ini menyelamatkan posisinya di dalam negeri, tetapi sejarah menunjukkan bahwa kekerasan yang dilahirkan dari kepanikan politik jarang membawa stabilitas.
Dunia, dan terutama rakyat Israel, perlu bertanya: apakah keamanan sejati dibangun di atas reruntuhan rumah tetangga dan jenazah ilmuwan?
Ataukah justru melalui diplomasi, transparansi, dan penghormatan terhadap hukum internasional?
Ketika seorang pemimpin membungkus ketakutannya dengan bom, dan menamainya pertahanan, kita sedang menyaksikan bukan kekuatan, melainkan kelemahan yang dibalut dalam kegaduhan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.