Opini
Ironi Pancasila
Di tengah warga, gotong royong hadir dalam semangat silih asih (saling mencintai), silih asah (saling mewaraskan), silih asuh (saling membimbing).
Untuk menghapus ironi ini, diperlukan komitmen moral dan politik yang kuat untuk menjadikan Pancasila sebagai prinsip kerja nyata, bukan sekadar lambang kosong dalam bingkai yang indah.
Ironi Pancasila sebagai simbol semata mencerminkan ketidaksesuaian antara nilai luhur yang dikandungnya dengan realitas kehidupan berbangsa.
Meski diagungkan dalam wacana dan seremoni, Pancasila sering kali diabaikan dalam praktik, khususnya dalam kebijakan publik dan perilaku elite.
Ketimpangan, ketidakadilan, dan korupsi menjadi bukti lemahnya implementasi nilai-nilainya. Kesimpulannya, tanpa komitmen nyata untuk membumikan Pancasila dalam tindakan, ia akan terus menjadi simbol kosong.
Diperlukan upaya kolektif dan integritas moral agar Pancasila benar-benar menjadi pedoman hidup bangsa, bukan sekadar hiasan retoris. Wallahu a’ lam bissawabe.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.