Kekerasan Anak
Miris! Sulsel Darurat Kekerasan Seksual Anak, 183 Kasus Selama Tahun 2025
DPRD Sulsel menyoroti tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak di Sulsel.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan (DPRD Sulsel) menyoroti tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak.
Hal itu terungkap dalam rapat pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Sulsel Akhir Tahun Anggaran 2024 dan Evaluasi Triwulan I APBD Tahun 2025.
Rapat tersebut berlangsung di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Kamis (17/4/2025).
Berdasarkan data kekerasan.kemenpppa.go.id, sejak tahun 2025, kasus kekerasan di Sulawesi Selatan mencapai 235 kasus.
Korban dari laki-laki sebanyak 66 orang, sementara itu perempuan sebanyak 188 orang.
Kasus terbesar di Kota Makassar (66 kasus), Bulukumba (20 kasus), Jeneponto (18 kasus).
Jumlah Kasus berdasarkan tempat kejadian paling banyak terjadi rumah tangga (110 kasus), tempat kerja (6 kasus), fasilitas umum (29), sekolah (22), lainnya (68 kasus).
Kekerasan berdasarkan usia yakni 0-5 tahun (31 kasus), 6-12 tahun (47 kasus), dan 13-17 tahun (105 kasus).
Sehingga, secara total untuk bayi hingga anak sekolah yakni sebanyak 183 kasus di Sulsel.
Anggota Komisi E DPRD Sulsel, Vonny Ameliani Suardi, menyampaikan keprihatinannya atas kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terus meningkat.
Dalam forum tersebut, Ketua Tunas Indonesia Raya (TIDAR) Sulsel itu membeberkan data mengejutkan.
Di mana dalam satu hari rata-rata terdapat lima laporan permintaan visum yang berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak.
"Kami sangat prihatin, karena ternyata data kekerasan seksual terhadap anak itu meningkat. Dalam satu hari itu, minimal ada lima laporan visum terkait dengan kekerasan seksual terhadap anak, yang ternyata dilakukan oleh internal," kata Vonny.
Kasus kekerasan seksual ini biasanya di lingkungan anak itu sendiri, baik di lingkungan keluarga dekat maupun tetangga.
"Ini sangat darurat bagi Sulsel," tegas Vonny.
Vonny juga mengungkapkan keprihatinannya terkait kesiapan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran yang memadai untuk penanganan kasus-kasus tersebut.
Ia sempat menanyakan secara langsung kepada DPPPA Sulsel, apakah ada pengurangan anggaran di tengah tingginya kasus.
Namun pihak dinas belum bisa memberikan jawaban karena pembahasan anggaran yang masih bersifat parsial.
Vonny berharap justru anggaran di DPPPA ini kalau perlu ditambah.
Karena anggaran sangat dibutuhkan untuk memberikan edukasi-edukasi terkait kekerasan seksual di masyarakat.
Menurut Vonny, penguatan edukasi kepada anak sejak dini harus dilakukan agar anak-anak memahami batasan dalam berinteraksi, termasuk dengan orang-orang terdekatnya.
"Yang kita butuhkan adalah bagaimana pola asuh sehingga si anak tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh orang terdekatnya," tegasnya.
Selain soal edukasi, Vonny juga menekankan perlunya kesiapan anggaran untuk mendukung proses pemulihan korban.
Baik dalam bentuk pendampingan psikologis maupun biaya perawatan medis di rumah sakit.
"Mudah-mudahan kita punya anggaran yang cukup tersedia ketika terjadi kekerasan itu dan membutuhkan perawatan di rumah sakit atau pendampingan.
Jadi saya justru berharap anggaran di dinas perlindungan perempuan itu justru ditambah, karena ini sangat krusial," jelasnya.
Ketua Partai Gerindra Jeneponto itu juga mengungkap program-program nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Di mana program itu bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, seperti program makan bergizi gratis, cek kesehatan gratis, dan program edukasi sekolah rakyat.
Menurutnya, perhatian terhadap perlindungan perempuan dan anak sangat sejalan dengan visi nasional dalam penguatan SDM.
"Pak Presiden Prabowo Subianto program utamanya adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Saya yakin ini berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak serta penguatan SDM," ucapnya.
Vonny menilai, setelah era dua periode Presiden Joko Widodo yang berfokus pada pembangunan infrastruktur fisik, sudah waktunya Indonesia, termasuk Sulsel, beralih fokus pada pembangunan infrastruktur manusia.
"Sekarang waktu yang tepat kita fokus pada infrastruktur sumber daya manusia yang tepat, termasuk perlindungan anak," tambahnya.
Ia juga menyebut beberapa daerah di Sulsel yang menjadi sorotan akibat tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak, seperti Kota Makassar dan Kabupaten Jeneponto.
Menurutnya, Jeneponto baru-baru ini menjadi perhatian luas setelah kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah itu sempat viral.
"Di Makassar ada, kemudian di Jeneponto. Baru-baru ini ada kejadian kekerasan seksual yang sempat viral di Jeneponto, bahkan sampai di-blokade oleh keluarga korban. Kebetulan Jeneponto adalah dapil saya, tentu ini mendapat perhatian khusus," tuturnya.
Vonny berharap seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, terus memberikan dukungan dalam penguatan perlindungan perempuan dan anak di Sulsel, agar ke depan tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan di lingkungan sekitarnya.(*)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Sulawesi Selatan
kekerasan seksual
Kota Makassar
Bulukumba
Jeneponto
Vonny Ameliani Suardi
Murid SD di Makassar Dianiaya Ibu Temannya, Orangtua Korban Lapor Polisi |
![]() |
---|
Pelecehan Anak via AI Pernah Terjadi di Makassar dan Bulukumba |
![]() |
---|
Kekerasan Seksual Anak Marak, 10 Kasus Ditangani Kejari Lutim dalam 60 Hari Terakhir |
![]() |
---|
Bupati Indah Putri Ajak Semua Pihak Cegah Tindak Kekerasan Perempuan dan Anak di Luwu Utara |
![]() |
---|
PPPA Bone Tangani 31 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Selama 2020 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.