Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ngopi Akademik

Dokter Sakit?

Khusus kasus di Bandung yang melibatkan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) telah menggemparkan publik.

Editor: Sudirman
Rahmat Muhammad
OPINI - Rahmat Muhammad Ketua Prodi S3 Sosiologi Unhas 

Maka yang rusak bukan hanya nama baik institusi, tapi juga kepercayaan masyarakat yang sangat penting bagi sistem kesehatan itu sendiri. 

Dari kasus ini, kita diingatkan bahwa sistem kesehatan tidak berdiri di ruang hampa tetapi sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial, struktur kekuasaan, dan relasi antarindividu.

Pendekatan Sosiologi membantu kita melihat bahwa kejahatan seperti ini bukan hanya soal oknum, tapi juga soal sistem. Dan kalau sistemnya tidak dievaluasi, maka kasus ini bukan yang terakhir. 

Upaya pencegahan agar hal serupa tidak terjadi lagi ada 4 poin perlu jadi perhatian sebagai masukan;

Pertama, bahwa umumnya pengelola  pendidikan dokter tidak merasakan perubahan sosial yang sangat cepat yang mendorong fokus pendidikan dokter tidak hanya pada tanggung jawab akademik dan profesi, tetapi merupakan bagian dari tanggung jawab sosial (social responsibility).

Kedua, pendidikan dokter yang sangat padat kurikulum, waktu yang terbatas dan biaya yang mahal menyebabkan pola hubungan pasien-dokter tanpa sadar bergeser dari empati, kasih sayang dan care ke relasi kuasa. Salah satu karakteristik profesi dokter adalah otonomi.

Otonomi harus dikontrol oleh etik dan akuntabilitas. Hal ini akan tercermin bagaimana kewenangan yang diberikan kepada dokter untuk mengelola tubuh dan jiwa pasien dengan penuh tanggung jawab, empati, care menjadi penguasa tubuh dan jiwa pasien yang sadar atau tidak menyebabkan semakin dalamnya relasi kuasa hubungan pasien dengan dokter.

Ketiga, kurikulum pendidikan dokter yang sangat sarat dengan pendekatan biomedik (memahami mekanisme penyakit, mengobati, rehabilitasi) hanya memahami penyakit saja, tidak memahami secara mendalam mengenai manusia sebagai individu, apalagi sebagai mahluk sosial.

Harusnya pendidikan dokter sudah bergeser menuju pendekatan biopsikososial dimana aspek psikologis, sosial, ekonomi, budaya dan gaya hidup harus mendapat porsi yang lebih besar dalam kurikulum dokter. Keempat,  banyak dokter merasa bahwa profesionalisme adalah pemberian oleh institusi pendidikan atau organisasi profesi.

Padahal profesionalisme itu adalah pengakuan masyarakat berdasarkan trust yang dibangun melalui kompetensi, otonomi yang dibungkus oleh etik.

Kalau masyarakat tidak percaya lagi, maka masyarakat akan mencabut pengakuan profesional itu dan pada saat itulah profesi akan mengalami krisis berupa menurunnya public trust.

Berbagai peristiwa yang terjadi penyalahgunaan hubungan pasien dengan dokter ini menyebabkan krisis profesi yang semakin memburuk. 

Kajian lebih lanjut dan menarik dari Sosiolog Prancis, Emile Durkheim dalam melihat Patologi Sosial sebagai perilaku negatif yang memainkan peran penting dalam masyarakat untuk menjelaskan aspek lain bagi perilaku yg menyimpang.

Tamparan keras bagi dokter yang bekerja dengan tugas mulia emban misi kemanusiaan patut tetap didukung dan beri semangat, meski di sisi lain prihatin dan berharap kasus ini segera diungkap oleh aparat penegak hukum dan ikut menjaga harkat dan martabat Profesi Dokter tetap jadi yang terbaik ciptakan rasa aman untuk sehat, semoga.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved