Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ngopi Akademik

Dokter Sakit?

Khusus kasus di Bandung yang melibatkan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) telah menggemparkan publik.

Editor: Sudirman
Rahmat Muhammad
OPINI - Rahmat Muhammad Ketua Prodi S3 Sosiologi Unhas 

Maka kekuasaan yang melekat pada seseorang bisa disalahgunakan tanpa pengawasan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merugikan profesi dokter dengan jumlah ribuan jauh lebih baik dengan misi kemanusiaan yang diemban. 

Menjadi dokter bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga pembentukan etika, empati dan kesadaran sosial.

Kalau proses pendidikan terlalu menekankan kompetensi teknis dan abai terhadap pembentukan karakter, maka yang kita hasilkan bukan “penyembuh”, tapi justru aktor berbahaya dalam sistem. 

Pendidikan kedokteran harus dilihat juga sebagai proses sosial, bukan sekadar akademik. 

Harus ada evaluasi terhadap lingkungan sosial pendidikan, budaya senioritas dan tekanan mental yang bisa membuat peserta didik menjadi tumpul secara moral.

Kasus di Bandung ini memperlihatkan bagaimana otoritas medis bisa bertransformasi menjadi kuasa yang menindas. 

Pelaku menggunakan akses dan keahliannya dalam anestesi, bukan untuk menyembuhkan, tapi untuk melumpuhkan dan mengendalikan.

Di sini, pengetahuan menjadi alat kekerasan. Ini bukan lagi soal “oknum” semata, tetapi pertanda bahwa dalam dunia kedokteran, bisa jadi ada celah yang memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan tanpa pengawasan yang memadai.

Masyarakat kita pun masih menempatkan dokter selalu “di atas” pasien, tidak boleh dikritik, dan harus dipatuhi. Ini membuat relasi kuasa makin timpang.

Korban berada di posisi yang tidak berdaya sangat lemah secara fisik, sosial dan simbolik. Dalam logika Foucault, korban sudah di “disiplinkan” sejak awal untuk tunduk. 

Maka, ketika kekerasan terjadi, ia mungkin tidak tahu harus berbuat apa, atau bahkan merasa tidak punya hak untuk melawan.

Dalam kasus ini memperlihatkan bahwa kontrol sosial dalam dunia medis masih banyak mengandalkan kehormatan profesi. 

Selain itu, kasus ini juga membuktikan bahwa kontrol internal saja tidak cukup. Kita butuh mekanisme transparansi, pelaporan yang aman, serta keberanian untuk membuka celah kekuasaan yang selama ini dilindungi simbol keilmuan dan organisasi profesi.

Selain itu, kita juga harus bicara soal kepercayaan publik terhadap tenaga kesehatan.

Kasus ini bisa menggerus rasa aman masyarakat untuk datang ke rumah sakit oleh stigma negatif kalau tidak ada langkah konkret dari institusi baik dari rumah sakit, universitas, organisasi profesi, maupun Kemenkes untuk menindak dan memperbaiki sistem.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved