Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Bachtiar Adnan Kusuma

Itikaf, Epilog Ramadhan dan Toga Kemenangan

Dalam sebuah tulisan, dikenal adanya istilah prolog dan epilog. Nah, apakah sesungguhnya istilah tentang Epilog?

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Bachtiar Adnan Kusuma Ketua Forum Nasional Penerima Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional 

Karena itu, Akademi Literasi Masjid telah menunjukkan tumbuhnya kesadaran kolosal dari pegiat literasi, relawan, pemuda dan remaja masjid yang terus menerus bergerak tanpa batas pengabdian, mengembalikan literasi masjid bergema di berbagai penjuru masjid di masyarakat.

Akademi Literasi Masjid ini telah menjadi ruang kolaborasi produktif dan ruang berhimpun ikut serta memberi solusi kurangnya akses buku-buku bermutu di tengah masyarakat.

Penulis dengan 60 orang peserta Akademi Literasi Masjid Maros dari berbagai utusan masjid dan komunitas mengawal dan memotivasi terus menerus lahirnya buku-buku baru dari tangan mereka. Caranya dengan memberikan pembimbingan intensif bagaimana menulis yang baik.

Tak cukup hanya menulis, tapi menerbitkan apa yang ditulis dan bisa menjadi bacaan di setiap perpustakaan masjid yang ada di Maros. Namanya, Gerakan Satu Masjid, Satu Buku.

Pertanyaan berikutnya, mengapa penulis konsisten terus menerus mendorong tumbuhnya budaya literasi masyarakat dari masjid-masjid kita?

Sederhana saja jawabannya, budaya membaca dan budaya menulis di Indonesia belumlah menjadi budaya memassal, massif dan berkesinambungan.

Makanya, dibutuhkan gerakan terus menerus mengajak masyarakat membaca. Selain karena membaca belum menjadi kebutuhan pokok masyarakat, membaca juga belum menjadi gaya hidup masyarakat.  

Nah, diperlukan keterlibatan semua pihak, bukan hanya Perpustakaan Nasional, Pemerintah Provinsi, Kab dan Kota, tapi semua unsur dan satuan masyarakat, satuan pendidikan, satuan keluarga dan satuan masjid wajib menjadi pilar utama menumbuhkan ekosistem budaya membaca di Indonesia.

Pertama, gerakan membaca dan gerakan menulis tidak cukup hanya diucapkan atau disampaikan melalui forum-forum resmi, tapi lebih penting lagi dikerjakan, diamalkan dan dilakukan.

Penulis acapkali menyaksikan ada kelompok atau pihak tertentu hanya mengajak dan menjadikan literasi sebagai industri, namun penerapannya tidak berjalan dengan baik.

Inilah yang penulis sebut pseudo literasi. Artinya, mengajak orang lain membaca, tapi dirinya sendiri tidak membaca.

Kedua, menggerakkan budaya membaca, tapi menanggalkan budaya menulis. Padahal, budaya membaca dan budaya menulis ibarat dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

Pennebaker, salah seroang psikolog terkemuka Amerika Serikat, menegaskan kalau membaca dan menulis dua sisi mata uang yang penting dalam proses pembudayaan membaca dan menulis masyarakat.

Karena hanya dengan budaya membaca dan menulis menjadikan bangsa Indonesia memiliki peradaban tinggi.

Ketiga, budaya membaca dan budaya menulis digerakkan, namun budaya wakaf buku untuk perpustakaan masjid, desa, lorong, komunitas, taman baca belum berjalan baik.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved