Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Penyakit ISPA Serang Warga Bantaeng Akibat Limbah Pabrik Nikel, Huadi Group Dituntut Tanggung Jawab

Diketahui, Huadi Group membawahi tiga perusahaan besar yang beroperasi di Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng.

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Erlan Saputra
TAMBANG NIKEL - Suasana RDP di Ruang Komisi D DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Jumat (20/3/2025) sore. Ketua Komisi D DPRD Sulsel Kadir Halid minta PT Huadi Group tanggung jawab atas dampak aktivitas perusahaan industri nikel di Bantaeng, Sulsel. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – DPRD Sulsel menaruh perhatian serius terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas industri pabrik smelter nikel di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng.

Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Kadir Halid, menegaskan bahwa perusahaan industri tidak boleh lepas tangan dan harus bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan yang terjadi.

Peringatan tersebut disampaikan Kadir Halid saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT Huadi Group, Pemprov Sulsel, dan Aliansi Masyarakat Peduli Tambang Bantaeng, Selasa (18/3/2025), di Ruang Komisi D DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar.

“Jangan abaikan dampak lingkungan. Jika tidak ditangani serius, masyarakat sekitar akan menjadi korban. Kita berbicara soal kesehatan dan keselamatan masyarakat,” tegas Kadir.

Diketahui, Huadi Group membawahi tiga perusahaan besar yang beroperasi di Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng.

Di antaranya, PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI), PT Unity Nickel Alloy Indonesia (UNAI), dan PT Hengsheng New Energy Material Indonesia (HNEMI).

Ketiganya bergerak di sektor pengolahan nikel dan logam, serta produksi bahan baku baterai.

Baca juga: Huadi Group CTC Jalin Kerja Sama Pemanfaatan Slag Nikel Precast dan Semen Geopolimer

Perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Tambang Bantaeng, Alimuddin, mengungkapkan aktivitas industri telah menyebabkan polusi udara yang diduga mengandung zat besi tinggi. 

Berdasarkan data Puskesmas Baruga, terjadi peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di sekitar area tambang.

“Efek udara dari aktivitas perusahaan industri ini mengandung zat besi yang tinggi. Banyak masyarakat terkena ISPA. Ini berdasarkan hasil penelitian dan data puskesmas,” ujar Alimuddin.

Menanggapi itu, Direktur PT Huadi Bantaeng Industry Park (HBIP), Lily D Candinegara, menyatakan bahwa permasalahan lingkungan di kawasan tambang tidak bisa diselesaikan secara sepihak.

Ia menekankan pentingnya solusi strategis yang berkelanjutan, bukan sekadar ganti rugi.

“Kita jangan berpikir, yang penting sudah ada ganti rugi, lalu masalah selesai. Bukan itu penyelesaiannya. Kalau kita sebagai pemilik perusahaan, apakah kita terus-menerus mengalokasikan biaya produksi untuk masalah seperti ini? Tentu tidak,” tegas Lily.

Lily menyebutkan, kawasan industri milik Huadi Group telah menguasai sekitar 400 hektare lahan hasil pembebasan milik warga. 

Ia juga menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan dan sosial yang muncul di lapangan secara menyeluruh, dengan melibatkan semua pihak.

“Forum RDP ini menjadi ruang untuk menyampaikan aspirasi semua pihak. Saya berharap kita semua berpikir strategis, agar persoalan yang sama tidak berulang di masa mendatang,” ujarnya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Medium

Large

Larger

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved