Opini Muhammad Idris
Gaya Komunikasi Pendakwah Dari Perspektif Gen Z
Katanya, apa yang disampaikan adalah keluhan dari sejumlah jamaah yang mayoritas generasi Z (Gen Z).
Oleh: Muhammad Idris
Dosen Ilmu Komunikasi FSIKP UMI / Pemerhati Masalah Sosial, Budaya dan Kebijakan Publik
TRIBUN-TIMUR.COM - SUATU hari Saya bertemu teman yang juga seorang pengurus masjid usai shalat Jumat.
Ia bercerita soal gaya komunikasi para pendakwah yang belakangan cenderung monoton dan kurang menarik.
Katanya, apa yang disampaikan adalah keluhan dari sejumlah jamaah yang mayoritas generasi Z (Gen Z).
Seusai shalat tarawih, Saya berbincang dengan Andi, mahasiswa semester akhir yang rajin datang ke masjid.
Dengan gaya khas generasi sekarang yang lugas dan to the point, Andi mengatakan, “Pak, penceramah tadi bagus, tapi temanya begitu-gitu saja ya? Kurang relate dengan kehidupan saya saat ini,” ujarnya polos.
Sambil tersenyum saya mencoba memahami betul apa yang dirasakannya. Andi adalah representasi dari Gen Z yang kritis, cepat bosan dan menginginkan sesuatu yang relevan dengan konteks kehidupannya.
Meski saya tahu, tidak semua gaya komunikasi pendakwah seperti yang disebutkan Andi.
Kembali saya menanyakan soal ini kesejumlah mahasiswa di kelas. Jawaban mereka nyaris senada.
Mereka menilai jika gaya komunikasi pedakwah saat ini monoton, tidak up to date, susah dipahami, bahasanya berbelit-belit, terkesan menggurui, dogmatis, diksinya kurang sesuai
dan cenderung membosankan.
Tradisi ceramah yang kita kenal selama ini memang ibarat kapal tua yang mengarungi samudera digital.
Sementara arus deras gelombang kemajuan teknologi digital tidak bisa lagi dibendung.
Konsep dakwah tanpa mimbar tampaknya bukanlah keniscayaan. Ini karena mimbar kerap menjadi simbol jarak antara pendakwah dengan jamaah.
Bagaimana upaya mendekatkan setiap pesan ceramah agama pendakwah dengan Gen Z?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.