Opini Jose Segitya Hutabarat
Momentum Investasi Sulsel 2024: Transformasi Kebijakan Pemimpin Baru
Namun di balik angka PMA Rp1,936 T dan PMDN Rp2,239 T, tersimpan tantangan struktural: 72,27 persen investasi terkonsentrasi di sektor pertambangan.

Selain itu, pemetaan klaster unggulan berbasis komoditas lokal di daerah tertinggal—seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) rumput laut di Takalar yang hanya menyumbang 1,2 persen investasi 2024—dapat menjadi solusi jangka panjang mengatasi kesenjangan.
Diversifikasi Sektor: Dari Ekstraktif ke Nilai Tambah
Dominasi sektor pertambangan (Rp4,020 triliun tahunan) dan logam dasar (Rp1,110 triliun) mencerminkan paradoks pembangunan: di satu sisi menjadi tulang punggung pertumbuhan, di lain sisi rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global.
Teori Dutch Disease mengingatkan risiko stagnasi di sektor manufaktur jika tidak diimbangi hilirisasi.
Data Triwulan IV menunjukkan sektor tersier (perdagangan, transportasi) mulai bangkit dengan kontribusi Rp1,963 miliar, tetapi masih kalah oleh sektor primer (Rp1,765 miliar).
Untuk mengubah pola ini, kepemimpinan baru perlu merancang kebijakan fiskal transformatif.
Pertama, menerapkan pajak progresif sebesar 5 persen bagi perusahaan tambang yang mengekspor bahan mentah, dengan pengecualian bagi yang membangun smelter lokal.
Dana hasil pajak ini dapat dialokasikan ke Badan Pengelola Investasi Daerah (BPID) untuk mendanai hilirisasi.
Kedua, mengembangkan skema matching fund antara APBD dan swasta untuk memperluas kawasan industri pengolahan, seperti di Luwu Timur, dengan syarat penggunaan 30 persen komponen lokal.
Ketiga, memberikan insentif hijau seperti keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama dua tahun bagi perusahaan logistik yang beralih ke armada listrik, memanfaatkan momentum investasi transportasi Rp1,356 triliun tahun 2024.
Tata Kelola PMA: Kedaulatan Teknologi dan Lapangan Kerja
Dominasi Kanada sebagai investor terbesar (Rp2,245 triliun tahunan) di sektor pertambangan Luwu Timur menghadirkan dilema: di satu sisi menciptakan 5.247 lapangan kerja, di lain sisi berpotensi meminggirkan UMKM lokal.
Rasio tenaga kerja asing (TKA) 0,74 persen (39 orang) terkesan kecil, tetapi konsentrasi di posisi manajerial mengindikasikan minimnya transfer keterampilan.
Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah daerah perlu mengadopsi kebijakan local content plus yang mewajibkan perusahaan PMA mengalokasikan 5 persem nilai investasi untuk program upskilling tenaga lokal, dengan mekanisme reimbursement melalui APBD.
Pendirian technology transfer hub di kawasan industri Maros (6,62 persen investasi) yang difasilitasi APBD dan CSR perusahaan juga menjadi prioritas, khususnya untuk pengembangan teknologi pertambangan berkelanjutan.
Anggota DPRD Jeneponto Anwar Jaya Prediksi Indonesia Libas Arab Saudi 2-1 |
![]() |
---|
Diduga Abaikan Aturan, Ketua Mahkamah PPP Anggap SK Menkum Sahkan Mardiono Cacat Hukum |
![]() |
---|
Taruna Ikrar Bawa BPOM Diakui Dunia, Jadi Certifying Entity Resmi US FDA |
![]() |
---|
Danantara Suntik Garuda Rp30 Triliun Padahal Semester I 2025 Rugi Rp2,45 Triliun |
![]() |
---|
Status Kiper Muda Raka Octa Bernanda Bersama PSM Makassar Terjawab |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.