Muktamar PPP
Diduga Abaikan Aturan, Ketua Mahkamah PPP Anggap SK Menkum Sahkan Mardiono Cacat Hukum
Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 2020-2025, Ade Irfan Pulungan, mencurigai adanya oknum di Kementerian Hukum.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 2020-2025, Ade Irfan Pulungan, mencurigai adanya oknum di Kementerian Hukum yang terlibat dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) Menteri mengesahkan M. Mardiono sebagai Ketua Umum PPP.
Menurut Irfan, SK Menkumham yang terbit pada tanggal 1 Oktober itu sangat mengejutkan karena kubu Mardiono diduga kuat tidak menyertakan surat keterangan dari Mahkamah Partai sebagai syarat wajib pendaftaran.
Padahal, Muktamar X Ancol sebelumnya menghasilkan terpilihnya Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum.
"Yang mengagetkan SK Menkum keluar mengesahkan kepimpinan Pak Mardiono. Ada apa ceritanya ini? Dia tidak berada dalam forum gelanggang persidangan Muktamar. Dia tidak melengkapi surat-surat yang disyaratkan oleh peraturan," ujar Ade Irfan Pulungan dalam wawancara khusus dengan Tribunnews di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Ade Irfan menjelaskan, berdasarkan Permenkumham No. 34 Tahun 2017 Pasal 10 dan 21, perubahan anggaran dasar atau struktur kepengurusan wajib mengunggah surat keterangan dari Mahkamah Partai yang menyatakan tidak ada perselisihan.
Irfan menegaskan, Mahkamah Partai tidak pernah menerima permohonan dari pihak Mardiono dan oleh karenanya tidak pernah mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan tidak ada perselisihan untuk kubu tersebut.
"Kata-kata wajib itu berarti harus, loh. Nah, kami di Mahkamah Partai tidak pernah mendapatkan permohonan dari pihak Pak Mardiono," tegas Irfan.
Baca juga: Romahurmuziy Apresiasi Menteri Hukum, Ajak Kader PPP Terima Kesepakatan Islah
Ia menduga, pengabaian terhadap aturan formal ini menimbulkan potensi pelanggaran hukum di Kemenkumham.
"Ini patut diduga berpotensi ke Menkum atau oknum di Kemenkum melakukan perbuatan melawan hukum. Karena mengabaikan aturan ruang yang mereka sendiri buat," tambahnya.
Irfan menceritakan, proses Muktamar yang berlangsung tertib justru menghasilkan Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum terpilih secara aklamasi.
Bahkan, dalam Paripurna kedua Muktamar, Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Mardiono ditolak.
Meskipun saat ini kubu Mardiono dan Agus Suparmanto telah mencapai islah dan bergabung dalam satu kepengurusan DPP PPP periode 2025-2030, Irfan menilai islah tersebut tidak menghilangkan persoalan hukumnya.
"Islah itu kan keputusan politik. Silakanlah mereka yang mengambil sebuah sikap itu, tapi bagi saya masih ada cacat hukum. Kalau kita mau menaati aturan hukumnya," tutup Irfan.
Ia mengungkapkan telah mencoba menghubungi Menteri Hukum dan HAM melalui pesan singkat untuk meminta klarifikasi, tetapi tidak mendapat respons.
Dirinya menduga SK Kemenkumham yang tidak cermat dalam memenuhi syarat formal inilah yang memicu adanya dualisme dan konflik di tubuh partai.
Romahurmuziy Apresiasi Menteri Hukum, Ajak Kader PPP Terima Kesepakatan Islah |
![]() |
---|
Akhir Dualisme PPP Sepekan, Sosok Menteri Hukum Supratman Andi Atgas Jadi Juru Damai Ikuti Jejak JK |
![]() |
---|
Ketua PPP Jakarta Blak-blakan Gus Rommy Tawarkan Partai ke Amran, Dudung, dan Gus Iful |
![]() |
---|
Nasib Gus Romy dan Agus di Kepengurusan PPP versi Mardiono, Ketum Sudah Bahas |
![]() |
---|
Telat! Kubu Agus Suparmanto Baru Daftar Kemenkunham Saat SK Mardiono Terbit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.