FGD Rabat Anggaran di Sulsel
Prof Hamid Paddu Sebut Kebijakan Efisiensi Anggaran untuk Ubah Mindset
Ia menyebut, kebijakan menaikkan pajak 12 persen sebenarnya untuk meningkatkan pendapatan negara dari ketidakpatuhan membayar pajak.
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Guru Besar Ilmu Ekonomi Keuangan Negara/Ekonomi Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Prof Abdul Hamid Paddu memberikan pandangan terkait kebijakan pemerintah menaikkan pajak 12 persen dan kebijakan efisiensi anggaran.
Ia menyebut, kebijakan menaikkan pajak 12 persen sebenarnya untuk meningkatkan pendapatan negara dari ketidakpatuhan membayar pajak.
Namun, kebijakan ini mendapat protes, sehingga kenaikan pajak 12 persen tidak secara menyeluruh.
Padahal menurutnya, jika itu terealisasi 100 persen penerimaan negara bisa capai Rp4 ribu triliun.
Yang terjadi pungutan pajak cuma 60 persen, 40 persen sisanya tidak patuh bayar pajak. Sektor tak patuh bayar pajak ini golongan menengah ke atas.
"Kalau itu dipungut dan diperbaiki kelembagaan, tidak ada korupsi, itu bisa capai Rp1.000 triliun dari pajak dari tambang, batu bara dan lain-lain. Jadi tidak ada kenaikan tarif, rakyat tidak perlu berteriak," katanya saat menjadi narasumber di FGD Tribun Timur, Selasa (18/2/2025).
FGD Tribun Timur mengangkat tema Menakar Dampak Rabat Anggaran Terhadap Bisnis dan Ekonomi Sulsel.
Kegiatan ini digelar di lobby Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih 430, Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar.
Prof Hamid menyebut, rencana Presiden Prabowo Subianto itu menggabungkan uang yang ada di APBN senilai Rp 4 ribu triliun dan mengkonsolidasikan uang di luar APBN yang berada dari BUMN dengan nilai Rp 20 ribu triliun.
Jika itu dapat dilakukan bukan tak mungkin target pertumbuhan ekonomi delapan persen bisa terwujud.
"Kalau ini digabung bisa menjadi Rp 24 ribu triliun. Bisa mendiferensiasi ekonomi untuk mencapai sampai delan persen pertumbuhan yang tidak ada lemaknya (pemborosan)," sebutnya.
Saat ini, uang dia, pemerintah mempunyai uang, aset, tapi tak fokus.
Begitu pun dengan BUMN dan pemerintah daerah. Aliran uangnya lari ke mana-mana.
Hal tersebut perlu diperbaiki ke depannya.
"Tenaga kita harus diresourcing, harus fokus, supaya mengarah ke yang lebih baik," imbaunya.
Kedua, terang Prof Hamid, kebijakan efisiensi anggaran untuk mengubah mindset pemerintah.
Sayangnya, banyak yang mempreteli kebijakan Prabowo Subianto ini, termasuk dari bawahan sendiri.
Salah satunya dari Kemenristekdikti. Munculnya demonstrasi karena pemaparan dari Kemenristekdikti yang mengemukakan beasiswa akan dipangkas.
Padahal yang diminta untuk dipangkas adalah biaya perkantoran.
"Menurut saya ini adalah penolakan untuk mengubah cara berpikir anggarannya. Di situ dipresentasinya (beasiswa dipangkas). Ini bahaya bisa menimbulkan demonstrasi mahasiswa," terangnya.
Hal ini, kata Prof Hamid, berbeda dengan Kemendiknas yang menegaskan pemangkasan itu di perjalanan dinas, biaya perkantoran. Untuk sertifikasi tidak ada pemangkasan.
Dengan pemangkasan biaya perkantoran, perjalanan dinas dan anggaran kurang efektif lainnya, Presiden Prabowo menghitung bisa mengefisiensi anggaran paling sedikit 40 persen.
Bahkan, jika anggaran diefisienkan hanya Rp 256,1 triliun kementerian/lembaga dan transfer ke daerah (TKD) dipangkas Rp 50,59 triliun, hanya sekira Rp 300 triliun.
Artinya hanya 10 persen dari Rp 3 triliun anggaran dimiliki.
"Kalau efisiensi 30 persen dari anggaran yang tidak perlu itu namanya sampah, boros. Seharusnya uang dipakai buat rakyat lebih baik, tidak miskin," katanya.
"Setiap uang digunakan akan menghasilkan output lebih tinggi," tambah dosen kelahiran Ujung Pandang ini.
Prinsip Anggaran
Prof Hamid menjelaskan, ada dua prinsip anggaran pemerintah.
Pertama, money follow function, uang itu ada kalau berfungsi.
Fungsinya mendorong masyarakat terbebas dari kemiskinan, penyediaan lapangan kerja terbuka dan pertumbuhan ekonomi.
"Semua uang tidak mengarah ke fungsi dipangkas," jelasnya.
Kedua, value for money. Setiap sen rupiah harus ada nilainya.
"Tidak boleh uang yang menguap. Outcome value harus ada. Banyak uang dalam anggaran saat ini, tapi tidak ada valuenya," pungkasnya.(*)
Efisiensi Anggaran, Pemprov Sulsel Kurangi Rp20 Miliar untuk Sektor Pekerjaan Umum |
![]() |
---|
Efisiensi Anggaran, Perkindo Sulsel Harap Rahman Pina Suarakan Aspirasi Pekerja Konstruksi |
![]() |
---|
Guru Besar Unhas Minta Kepala Daerah Terpilih di Sulsel Ubah Mindset Penggunaan Anggaran |
![]() |
---|
Efisiensi Rp112 Miliar Untuk MBG, Pemprov Sulsel Sesuaikan RPJMD Untuk 5 Tahun ke Depan |
![]() |
---|
Prof Hamid Soroti Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Turun 10 Tahun Terakhir |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.