FGD Rabat Anggaran di Sulsel
Penjelasan Prof Abdul Hamid Paddu Soal Inpres 1 Tahun 2025, Untuk Atasi Pemborosan Anggaran
Dalam Inpres tersebut, kementerian/lembaga pada 2025 anggarannya dipangkas Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) dipangkas Rp 50,59 triliun.
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2025.
Dalam Inpres tersebut, kementerian/lembaga pada 2025 anggarannya dipangkas Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) dipangkas Rp 50,59 triliun.
Inpres ini ditanggapi Guru Besar Ilmu Ekonomi Keuangan Negara/Ekonomi Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Prof Abdul Hamid Paddu.
Prof Abdul Hamid Paddu menerangkan, Inpres ini menyerang pembangunan yang berjalan hampir 20 tahun, tapi terjadi pemborosan dan inefisiensi.
Uang yang sama mestinya bisa menghasilkan output pembangunan yang lebih besar. Namun, nyatanya tidak.
Penyebabnya, uang yang jadi input banyak sekali tidak berkaitan dengan hasil. Misalnya, tidak perlu perjalanan dinas yang tak penting. Ada dibolehkan, tapi seperti dilakukan selama ini.
Uang yang seharusnya dinikmati oleh rakyat, harus menguap karena perjalanan dinas. Yang mengambil keuntungan dalam hal ini oleh beberapa pihak, kelompok kecil, bukan masyarakat.
“Makanya pikirannya, uang-uang ini, belanja barang, belanja operasional yang tidak menjadi dasar untuk hasilkan output, itu yang dikurangi. Itulah isinya Inpres,” katanya saat menjadi narasumber di Focus Group Discussion (FGD) Tribun Timur, Selasa (18/2/2025).
“Isinya Inpres kalau dilihat di kementerian/lembaga Rp 256 triliun di pusat dan Rp 50 triliun di TKD,” tambahnya
FGD yang angkat tema Menakar Dampak Rabat Anggaran Terhadap Bisnis dan Ekonomi Sulsel digelar di lobby Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih 430, Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, Selasa (18/2/2025).
Prof Hamid melanjutkan, Rp 50 triliun TKD yang dipangkas nilainya tak seberapa. Uang yang dikirim untuk dana TKD setiap tahun ada tertinggal di Bank Indonesia (BI).
Waktu ia masih di Kementerian Keuangan setiap tahun Rp 150 triliun-Rp200 triliun tidak dipakai. Jadi berlebihan sebenarnya ini uang. Uang itu juga tak bisa diserap, makanya disimpan untuk dapat bunga.
“Itu tidak bisa dinikmati, mestinya uang ini dipakai. Kalau sampai di daerah disimpan lagi di Bank Pembangunan Daerah (BPD) daerah lalu kembali ke BI supaya dapat pendapatan,” terangnya.
Bahkan, kata dia, sampai tahun lalu masih ada Rp 100 triliun tertahan. Makanya, Rp 50 triliun dipangkas ini tidak ada artinya.
Hanya untuk menshock sebenarnya kalau memang butuh, silakan dipakai. Namun, dipakai secara benar.
“Jadi Rp 50 triliun tidak seberapa karena efisiensi yang dimaksud adalah operasional dan non operasional. Sekurang kurangnya operasional perkantoran,” bebernya.
Pria kelahiran Makassar menuturkan, jika melihat APBD 10 tahun lalu, unit dan dinas dalam Menyusun RAPBD pasti ada yang membangun pagar,
Hal ini terjadi karena RAPBD itu dicopy paste. Tidak berpikir untuk merencanakan anggaran.
“Inilah lemak-lemak dalam ekonomi, dalam anggaran, yang mestinya cukup untuk menghidupi bangsa ini, tapi terbuang jadi sampah yang disebut inefisiensi,” tuturnya.
Prof Hamid juga mengulas terkait belanja pemeliharaan yang cukup besar. Misalnya, pemeliharaan jalan.
Akan tetapi, jalan tidak pernah dinikmati baik. Baru sebulan diperbaiki, lubang lagi. Hal tersebut sudah terjadi dari 20 tahun lalu dan sampai sekarang tidak ada berubah.
“Artinya ada yang salah, ada sistem yang salah. Uang mestinya cukup. Makanya ini dikoreksi supaya orang berpikir dari pusat ke daerah, dana belanja, dana pemeliharaan sudah cukup asalkan benar-benar digunakan secara baik,” paparnya.
Prof Hamid menyebut, pemangkasan di sektor infrastruktur yang dimaksud bukan fokus pada pertumbuhan ekonomi. Melainkan usulan infrastruktur yang banyak dari daerah, seperti ketika anggota DPR/DPRD reses dengan konstituennya.
Usulan infrastruktur ini dipaksakan semua masuk, di lain sisi uang terbatas. Mestinya ini dirapikan, bertahap dilakukan.
“Inilah yang mau dipangkas. Apakah akan berdampak, pasti akan dihitung,” sebutnya.
Sementara kalau untuk konstruksi, ungkap dia, Rp 80 triliun yang dipangkas bukan konstruksi semua.
Itu nantinya akan diganti ke BUMN untuk melaksanakan infrastruktur dengan modal sendiri atau modal swasta. Dengan begitu memberi peluang pihak swasta untuk ikut pembangunan.
“Kenapa swasta, karena logikanya kalau swasta lebih efisien. Tidak berpikir untuk boros karena uang sendiri,” pungkasnya. (*)
Efisiensi Anggaran, Pemprov Sulsel Kurangi Rp20 Miliar untuk Sektor Pekerjaan Umum |
![]() |
---|
Prof Hamid Paddu Sebut Kebijakan Efisiensi Anggaran untuk Ubah Mindset |
![]() |
---|
Efisiensi Anggaran, Perkindo Sulsel Harap Rahman Pina Suarakan Aspirasi Pekerja Konstruksi |
![]() |
---|
Guru Besar Unhas Minta Kepala Daerah Terpilih di Sulsel Ubah Mindset Penggunaan Anggaran |
![]() |
---|
Efisiensi Rp112 Miliar Untuk MBG, Pemprov Sulsel Sesuaikan RPJMD Untuk 5 Tahun ke Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.