Kekerasan Seksual Anak
Sosiolog UNM Ungkap Penyebab Paman di Luwu Timur Tega Rudapaksa Ponakan Usia 11 Tahun
Sosiolog UNM, Idham Irwansyah menyebut, dilihat dari sisi budaya, dalam masyarakat patriarkis, perempuan atau anak perempuan memiliki kerentanan.
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Seorang anak perempuan berusia 11 tahun di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menjadi korban kekerasan seksual diduga dilakukan oleh dua pria berinisial IC (20) dan IK (18).
Kedua pelaku kini telah ditangkap Unit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Luwu Timur pada Rabu (12/2/2025).
Menurut Kasi Humas Polres Luwu Timur, Bripka A Muh Taufik, korban mengalami kekerasan seksual dalam beberapa kesempatan berbeda.
Di hadapan penyidik, salah satu pelaku, IK, memanfaatkan kepercayaan korban dengan berpura-pura meminjamkan handphone agar korban bisa bermain.
Kata Taufik, kedua pelaku rudapaksa anak di bawah umur tersebut, diidentifikasi merupakan paman dari korban.
Lantas, mengapa kedua korban nekat melakukan aksi bejatnya kepada pelaku yang notabenenya merupakan keluarga dekatnya itu?
Sosiolog UNM, Idham Irwansyah menyebut, dilihat dari sisi budaya, dalam masyarakat patriarkis, perempuan atau anak perempuan memiliki kerentanan tinggi dalam korban kekerasan seksual.
Hal itu terjadi, sambung Idham, sebab tubuh perempuan seringkali salah diartikan hanya sebatas objek seksual.
"Ini karena tubuh perempuan seringkali dijadikan sebagai objek seksual. Objektifikasi tubuh perempuan ini menjadikan perempuan dilihat sebagai pemuas nafsu, atau hal-hal yang berkaitan dengan seks," bebernya, Sabtu (15/2/2025).
Ia menganalisa, salah satu faktor perbuatan rudapaksa paman di Luwu Timur terjadi lantaran adanya relasi kuasa.
"Kedua, dilihat dari sisi relasi kuasa. Dalam kasus ini ada relasi yang timpang antara orang dewasa dan anak perempuan. Secara kekuatan fisik dan kemampuan mempengaruhi, tentu saja orang dewasa lebih dominan daripada korban," akunya.
Idham mengaku, faktor selanjutnya yang disinyalir mendorong pelaku ialah penggunaan teknologi yang kebablasan.
Apalagi, di era digital, pelaku bisa saja sangat mudah untuk mengakses konten dewasa secara tidak bertanggung jawab memantapkan niatnya melakukan perkosaan terhadap korban.
"Terakhir menurut saya, dari pendidikan seksualitas. Dalam masyarakat kita, pendidikan seksual itu masih sangat rendah. Bahkan kata seks saja dianggap tabu untuk diucapkan di depan orang lain, apalagi anak kecil," ujarnya Idham.
Anggapan seperti ini, sambung Idham, cenderung negatif, padahal pendidikan seksual ini penting diajarkan sejak dini dan disesuaikan dengan tingkatan usianya.
Pemuda Gowa Bawa Lari Gadis 15 Tahun Asal Makassar, Sekap 3 Hari dan Rudapaksa Korban |
![]() |
---|
Pemilik Salon di Makassar Ditembak Polisi, DPO Predator Seksual Anak |
![]() |
---|
2 Kali Mangkir, Oknum Guru Terlapor Cabuli Santriwati di Maros Belum Dijemput Paksa |
![]() |
---|
Bejat! Remaja 16 Tahun di Makassar Bawa Kabur Pacar Lalu Dilecehkan Bareng 4 Rekannya |
![]() |
---|
Bukannya Melindungi dan Menjaga Ayah Kandung di Bone Tega Cabuli Anaknya, Penjara Menanti |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.