Catatan di Kaki Langit
Memaafkan Koruptor Gagasan Presiden Prabowo, Sejalan dengan Semangat Alquran
Beliau memilih memaafkan tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Di antara syarat itu ialah "kembalikan uang rakyat yang kau curi itu"
Oleh: M Qasim Mathar
Cendekiawan Muslim/Pendiri Pesantren Matahari di Moncongloe Maros
TRIBUN-TIMUR.COM - Di satu WAG, terbaca olehku judul tulisan: "Zainal Arifin: Surat Terbuka Kepada Kanda Dr. Abdullah Hehamahua". Selengkapnya tulisan itu sebagai berikut:
"Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sudah lebih sebulan sejak saling silang antara saya dengan Kakanda Dr Abdullah Hehamahua yang cukup panjang di salah satu WAG KAHMI Nasional karena beliau menyebut dengan tegas: "Prabowo (Subianto) seorang koruptor," disebabkan dalam pidatonya Presiden RI itu meminta para koruptor segera mengembalikan uang rakyat yang dirampoknya.
Bagi Bang Dullah, himbauan Prabowo dalam pidatonya bisa dikategorikan sebagai tindakan permulaan bagi perbuatan korupsi karena Prabowo menyatakan mungkin akan memaafkan mereka bila mengembalikan duit yang dicurinya."
"Menurut Bang Dullah pidato Prabowo tersebut bisa dikonstruksikan sebagai permufakatan jahat antara Prabowo dengan para pencuri uang rakyat sehingga Prabowo juga layak disebut seorang koruptor. Bang Dullah hakkul yakin tuduhannya benar secara hukum berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya selama 8 tahun bertugas sebagai penasehat KPK."
"Hal itu tampak dari tulisan beliau yang panjang lebar dalam beberapa edisi, berisi dalil-dalil hukum disertai argumentasi untuk menegaskan tuduhan korupsi tersebut. Juga dalam respon beliau terhadap kritik saya menyikapi tulisan beliau yang di share di WAG KAHMI Nasional itu."
"Sebagai bentuk konsistensi, Bang Dullah berjanji akan segera melaporkan Prabowo ke KPK begitu tiba di Jakarta (di mana beliau saat itu, tidak dijelaskan). Beliau juga menepis respon seorang anggota WAG bahwa rencana melapor tersebut sekadar cari sensasi."
"Sayangnya, rencana beliau melapor ke KPK, kini "nyaris tak terdengar." Apakah Bang Dullah belum ada di Jakarta sejak saling silang itu, atau baru sadar bahwa tuduhannya keliru karena ketidakpahaman beliau terhadap konstruksi delik korupsi seperti yang dituduhkannya? Entahlah. Perlu klarifikasi beliau soal ini."
"Klarifikasi ini penting mengingat yang dituduh adalah Presiden Republik Indonesia, orang nomor 1, yang seluruh pikiran, perkataan dan tindakannya harus menjadi cermin bagi seluruh warga bangsa. Saya hanya berharap agar kekaguman saya dan kawan-kawan selama ini yang mejadikan sosok Bang Dullah sebagai role model dalam konsistensi sikap dan asa menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, tidak lantas berkurang derajatnya atau bahkan hilang sama sekali. Semoga!"
Saya tidak membaca silang pendapat antara bung Zainal Arifin Ryha (ZAR) dan bung Abdullah Hehamahua di satu WAG. Namun membaca tulisan bung ZAR di atas, saya sependapat dengan bung ZAR.
Sebaiknya presiden Prabowo diberi kesempatan lebih jauh untuk menjelaskan apa yang beliau maksudkan dengan "memaafkan koruptor dengan mengembalikan uang rakyat yang dicuri". Tentu Prabowo tahu betul apa itu korupsi dan koruptor. Baru kali inilah kata "korupsi" sering digamblangkan dengan kata "mencuri", nanti oleh presiden Prabowolah yang mengucapkannya. Kata "mencuri" memberi kesan amat hina dibanding kata "korupsi" yg kedengarannya "keren" di telinga masyarakat kita. Dalam bahasa Bugis disebut "panga" atau "pillolang", yang di telinga orang Bugis terasa sangat hina; atau kata "palukka" di telinga orang Makassar sangatlah hina, dibanding kata korupsi yang "keren" itu.
Memaafkan koruptor dengan memintanya mengembalikan semua uang curiannya, pemaafnya tidak boleh dituduh koruptor juga.
Dalam Islam sifat memaafkan itu adalah sangat mulia. Karena itu di dalam Alquran tidak ada perintah untuk meminta maaf kepada manusia, meskipun meminta maaf itu juga baik. Yang ada ialah perintah memberi maaf. Alasannya jelas, memberi maaf lebih mulia daripada meminta maaf.
Jadi presiden Prabowo telah memilih nilai yang lebih mulia untuk dilembagakan, yaitu memaafkan koruptor dengan syarat⊃2; .....
Mungkin kalau gagasan presiden itu direnungkan, didiskusikan secara ilmiah dan dengan akal yang sehat, kita mungkin tiba kepada pelembagaan gagasan Presiden ke dalam model atau sistem hukum kita, khususnya dalam tindak pidana korupsi.
Tanggapan Pembaca
Salah seorang ex Ketum PB HMI Hasanuddin, alhamdulillah, menanggapi tulisan (1) sebelumnya. Kawan itu menulis: "Memaafkan itu memang bagus, ... sebelum kejahatan ekstra ordinary crime dimaafkan, cobalah mulai dengan kejahatan yang ringan..... bebasin semua tahanan pidana biasa...baru melangkah ke yang kejahatan luar biasa. Kalau kejahatan pidana biasa tidak bisa dimaafkan, akan aneh kalau pelaku kejahatan luar biasa dimaafkan. Jadi mulai yang ringan-ringan saja dulu.
Taufiq Mathar, alumni IIUM Malaysia, ikut berkomentar. "Mungkin sudah over capacity penjara di Indonesia", katanya, "wajar karena memang tiap hari di tv liputan⊃2; kriminal jadi teman sarapan pagi, makan siang, sore, dan malam. Kasus ini kasus itu. Ini ini, itu itu saja terus", katanya lagi. "Untuk koruptor mungkin tidak perlu dikasih masuk tahanan. Tidak apa⊃2; dia pulang ke rumahnya, tapi selama masa hukumannya dia disuruh jadi pekerja sosial saja di masyarakat. Misalnya, hukumannya 10 tahun penjara, dia 10 tahun ditugaskan sebagai petugas kebersihan, yang masuk ke gorong⊃2; got bersihkan sampah. Atau ikut di mobil sampah, dia yang angkut semua sampah⊃2; di perumahan ke atas truk. Atau jadi petugas kebersihan di rumah sakit. Tukang sapu/pel, dll. Selama menjalani masa hukumannya, ia terus diawasi oleh petugas sipir dan polisi."
Memaafkan koruptor, main-main sajakah Presiden Prabowo? Tidak, kataku. Prabowo serius. Di dalam bukunya PARADOKS INDONESIA DAN SOLUSINYA, terdapat tulisan:
"Si Vis Pacem Para Bellum"; (Vegetius Renatus, filsuf militer Yunani, artinya: "Jika kau menghendaki perdamaian bersiaplah untuk perang")
"The strong do what they can and the weak suffer what they must" (Thucyfides, filsuf Yunani, artinya: "Yang kuat akan berbuat apa yang dia mampu berbuat, dan yang lemah akan menderita"). Selanjut di buku itu Prabowo menulis:
"Kita harus sadarkan sebanyak⊃2;nya warga negara Indonedia bahwa jika dikelola dengan tepat, kita punya modal sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup untuk jadi bangsa yang kuat dan terhormat. Bangsa yang rakyatnya hidup sejahtera."
Dari petuah bijak Yunani, kesadaran akan potensi Indonesia, SDA dan SDMnya, dan pengalaman panjang berdiskusi "dengan ratusan pakar ekonomi, pelaku usaha, dan negarawan dari Indonesia dan mancanegara, juga pengalaman puluhan tahun sebagai prajurit dan pengusaha", Prabowo memilih jadi pejuang politik. Dan, setelah kalah beberapa kali, beliau kini jadi presiden RI.
Kini, sebagai presiden, setiap ucapan Prabowo berada di pusaran wacana dan sorotan publik. Tak kecuali pernyataan beliau di depan mahasiswa Indonesia di Kairo tentang memaafkan koruptor. Sorotan dan kritik mengeroyok pernyataan presiden itu. Padahal, Presiden sudah menjelaskan apa yang beliau maksudkan "memaafkan" koruptor.
Menurut Presiden, dia tidak pernah mau memaafkan koruptor; melainkan menyadarkan mereka agar bertobat. Kalau orang sudah bertobat, bagaimana pendapat pemuka agama!", kata Presiden di depan mahasiswa di Kairo. Penjelasan Presiden itu belum meredakan komentar dan kritik kepada beliau.
Alquran mengajarkan/mengenalkan kebaikan yang bertingkat⊃2;. Dari yang tingkat terbawah hingga yang tertinggi.
Misalnya, meminta maaf kepada manusia itu baik, meski tidak ada ayat yang menyuruh MEMINTA maaf kepada manusia. Sebab, Alquran mau mengenalkan nilai yang lebih baik yaitu MEMBERI maaf. Lalu Alquran mengenalkan nilai yang tertinggi yaitu me-LAPANG-kan dada, yakni me-LUPA-kan saja keburukan yang orang lain pernah lakukan kepada kita. Ini disebut "as-safh" oleh Alquran.
Penilaian saya, Prabowo berjalan di atas semangat Alquran itu. Beliau memilih memaafkan tetapi dengan syarat⊃2; tertentu. Di antara syarat⊃2; itu ialah "kembalikan uang rakyat yang kau curi itu", kata Prabowo, dan syarat⊃2; lainnya. Biarlah syarat lainnya itu lahir dari diskusi publik secara luas. Semoga gagasan Presiden Prabowo tentang memaafkan koruptor menemukan wujudnya (faktual) karena terlembagakan dalam hukum nasional kita.
Saya menulis sampai di sini saja. Saya tidak berani bicara lebih jauh tentang wujud hukum nasional dari gagasan Presiden, misalnya mengenai sejumlah syarat yang wajib dipenuhi untuk kebolehan memaafkan koruptor, karena saya bukan ahlinya. Tapi, saya suka, kalau di antara syarat itu ialah "memiskinkan koruptor" yang selama ini hanya omongan kosong banyak tokoh nasional, dan mewajibkan koruptor menjadi "tukang sapu" di jalan raya.
Semoga pencuri (koruptor) itu tidak jadi mencuri. Bukankah gagasan Prabowo itu bertujuan menyadarkan pencuri itu agar bertobat!(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.