Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sengketa Pilkada

Guru Besar Unhas Sebut Gugatan INIMI ke MK Hanya Rekayasa Tanpa Bukti

Guru Besar Unhas menilai gugatan INIMI ke MK terkait Pilwalkot Makassar 2024 tanpa bukti kuat dan hanya rekayasa.

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Sukmawati Ibrahim
IST
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Prof Amir Ilyas. Guru Besar Unhas Prof Amir Ilyas sebut gugatan INIMI ke MK tidak berdasar dan hanya rekayasa 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Gugatan sengketa hasil Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Makassar 2024 yang diajukan pasangan Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi (INIMI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap tidak berdasar.

Gugatan ini tidak didukung oleh dasar hukum yang jelas maupun bukti kuat untuk memperkuat klaim mereka.

Hal ini disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Amir Ilyas, menanggapi gugatan kubu INIMI di MK.

Menurut Prof Amir Ilyas, dalil-dalil yang diajukan kubu INIMI justru menunjukkan kelemahan argumentasi hukum.

Prof Amir menyoroti tuduhan kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang diajukan kubu INIMI.

Ia menegaskan bahwa tuduhan semacam itu harus didukung oleh bukti yang kuat dan mencakup setidaknya 50 persen dari seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Paling pokok saya lihat itu mereka (Kubu INIMI) permasalahkan 318 TPS tetapi yang saya baca di dalilnya hanya 39 TPS, jadi dalil mengada-ada kalau seperti itu," kata Amir Ilyas kepada Tribun-Timur, Minggu (12/1/2024).

"Kalau saya melihat dalil mereka tidak jelas, kenapa tidak jelas, karena tuduhan kecurangan terkait Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM) ini mereka tidak bisa buktikan," tambahnya.
 

"Kan misalnya minimal kan kalau TSM itu 50 persen TPS, tetapi yang mereka permasalahkan hanya 39 TPS. Mereka kan mau menunda pasal penggunaan 158 terkait UU Pemilihan, tetapi cara penundaan itu mereka tidak sebut," tambahnya lagi.

Lebih lanjut, ia mengkritik permintaan PSU alias Pemungutan Suara Ulang di seluruh TPS Makassar.

Menurutnya, permintaan itu bertentangan dengan dalil yang hanya menyoroti sebagian kecil TPS.

"Kalau yang dipermasalahkan hanya 39 TPS, mengapa meminta PSU di semua TPS? Ini langkah yang tidak logis dan menunjukkan kelemahan gugatan mereka," tegasnya.

Prof Amir juga menyoroti tuduhan kubu INIMI terkait dugaan tanda tangan palsu dalam daftar hadir pemilih di TPS.

Ia menegaskan bahwa tuntutan tersebut bukan ranah MK, melainkan masuk ke dalam tindak pidana umum sesuai Pasal 263 KUHP.

"Tanda tangan palsu itu wilayah hukum pidana, yang harus ditangani oleh kepolisian dan diproses melalui persidangan pidana. Bukan untuk diperdebatkan di MK," jelasnya.

Selain itu, gugatan terkait distribusi formulir C pemberitahuan kepada pemilih juga disebutnya berada di luar kewenangan MK.

Hal tersebut, menurut Prof Amir, merupakan pelanggaran administrasi semestinya diselesaikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Dalam gugatannya, kubu INIMI juga meminta agar suara semua pasangan calon dinyatakan nihil.

Prof Amir menyebut permintaan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

"Mereka meminta suara semua paslon dinyatakan nihil, tetapi tidak pernah dijelaskan alasan hukumnya. Ini menunjukkan gugatan mereka hanya sekadar klaim tanpa bukti," ungkapnya.

Prof Amir memperkirakan hakim MK akan menolak gugatan INIMI karena dalil-dalil yang diajukan minim bukti dan tidak relevan dengan kewenangan MK.
 "Hakim MK pasti akan melihat gugatan ini sebagai cerita tanpa bukti. Dalil yang lemah seperti ini hanya membuang waktu dan mencederai proses hukum," tuturnya.

Ia menekankan pentingnya menghormati proses hukum dengan menyajikan argumentasi yang kuat dan berdasarkan fakta.

Langkah hukum yang asal-asalan, menurutnya, hanya akan memperburuk kredibilitas pihak penggugat.

"Jika ingin mengajukan gugatan, pastikan argumen dan buktinya kokoh. Tanpa itu, hasilnya hanya akan merugikan pihak yang bersangkutan," tutup Prof Amir.

Indira-Ilham Minta MK Batalkan Kemenangan Munafri-Aliyah dan Tuntut PSU Seluruh TPS di Pilwali Makassar 2024.

Diberitakan sebelumnya, pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Indira Yusuf Ismail - Ilham Ari Fauzi (INIMI), melalui kuasa hukum mereka, mengajukan gugatan sengketa hasil Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Makassar 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) yang digelar pada Jumat (10/1/2025), INIMI menuntut adanya pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Makassar.

Koordinator Tim Kuasa Hukum INIMI, Donal Fariz, menyampaikan bahwa mereka meminta agar MK membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar Nomor 2080 Tahun 2024 yang menetapkan hasil pemilihan pada 6 Desember 2024.

Fariz juga menegaskan agar kemenangan pasangan calon Munafri Arifuddin dan Aliyah Mustika Ilham (MULIA) dibatalkan.

"Permohonan kami adalah agar MK memerintahkan KPU Kota Makassar untuk melaksanakan PSU di seluruh TPS yang ada di kelurahan dan kecamatan di Kota Makassar," kata Fariz dalam persidangan.

Selain itu, mereka juga meminta KPU untuk merekrut ulang ketua dan anggota KPPS, serta ketua dan anggota PPK di seluruh Makassar.

Pentingnya pengawasan juga disoroti oleh Fariz.

Ia berharap MK dapat memerintahkan KPU RI dan KPU Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan supervisi terhadap pelaksanaan PSU di Kota Makassar.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga diharapkan terlibat dalam mengawasi jalannya proses ini.

Dalam permohonan tersebut, kuasa hukum INIMI membeberkan dugaan kecurangan terjadi selama Pilwali Makassar.

Donal Fariz menuduh KPU Makassar telah secara sistematis menyulitkan pemilih dengan menentukan lokasi TPS yang jauh dari alamat pemilih dan menempatkan pemilih dalam satu keluarga di TPS yang berbeda.

Selain itu, ada dugaan pembatasan distribusi formulir C.6 yang diduga dilakukan oleh petugas KPU, yang berpotensi mengurangi partisipasi pemilih.

"Ini juga mengarah pada dugaan pemilih siluman, yang terindikasi dengan adanya tanda tangan palsu dalam Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT)," lanjutnya.

Menurut Fariz, adanya kecurangan ini membuat hasil pemilihan menjadi tidak sah dan bertentangan dengan asas kepastian hukum.

Pihak INIMI meminta agar MK memberikan keputusan yang tegas terhadap dugaan pelanggaran ini, dan mengingatkan agar KPU serta aparat terkait bertindak untuk memastikan keadilan dalam proses pemilu. (*)

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved